Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, Bahaya Narkoba, dan Bahaya Merokok

Kesehatan merupakan kondisi dimana kita berada jauh atau terbebas dari penyakit. Merupakan suatu yang mahal jika dibandingkan dengan hal-hal yang lain. Bagaimana tidak, harta yang melimpah, memiliki paras tampan atau cantik, memiliki badan tegap dan gagah, semuanya itu akan sirna dengan sekejap jika kita terserang penyakit atau tidak sehat. Dengan penyakit harta bisa habis digunakan untuk berobat, paras tampan atau cantik berubah menjadi pucat dan tidak enak untuk dipandang, badan yang tegap dan gagah seketika roboh dikarenakan lemas dan lesu akibat kondisi tubuh yang menurun drastis.

 

Beginilah alur kehidupan, semuanya menjadi seimbang. Ada sehat dan ada sakit, kita tidak akan selalu sehat dan kita juga tidak akan selalu sakit. Semuanya itu bagaimana kita bisa menjaga diri untuk terhindar dari penyakit sehingga kesehatan itu merupakan hal yang mutlak harus dijaga.

Mencegah sakit adalah lebih mudah dan murah dari pada mengobati seseorang apabila jatuh sakit. Salah satu cara untuk mencegah hal tersebut adalah dengan bergaya hidup sehat. Gaya hidup sehat adalah segala upaya untuk menerapkan kebiasaan yang baik dalam menciptakan hidup yang sehat dan menghindarkan kebiasaan buruk yang dapat mengganggu kesehatan. Dengan semakin banyaknya penderita penyakit tidak menular (degeneratif) seperti jantung, tekanan darah tinggi, kanker, stress dan penyakit tidak menular lainnya yang disebabkan karena gaya hidup yang tidak sehat, maka untuk menghindarinya kita perlu bergaya hidup yang sehat.

 

Tidak jarang istilah PHBS terdengar di masyarakat. Jika dilihat dari kepanjangannya yakni Perilaku Hidup Bersih dan Sehat, tentu kita langsung mengetahui apa itu PHBS, singkat kata mengenai perilaku seseorang menyangkut kebersihan yang dapat mempengaruhi kesehatannya. Banyak penyakit dapat dihindari dengan PHBS, mulai dari Diare, DBD, flu burung, atau pun flu babi yang akhir-akhir ini marak.

 

Pentingnya Perlaku Hidup Bersih dan Sehat bagi Para Perokok

 

Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang menjadi kebutuhan dasar derajat kesehatan masyarakat, salah satu aspeknya adalah “tidak ada anggota keluarga yang merokok“. Sedangkan PHBS harus menjadi kewajiban saya dan para kader kesehatan untuk mensosialisasikannya.  Setiap kali menghirup asap rokok, entah sengaja atau tidak, berarti juga mengisap lebih dari 4.000 macam racun! Karena itulah, merokok sama dengan memasukkan racun-racun tadi ke dalam rongga mulut dan tentunya paru-paru.

 

Merokok mengganggu kesehatan, kenyataan ini tidak dapat kita mungkiri. Banyak penyakit telah terbukti menjadi akibat buruk merokok, baik secara langsung maupun tidak langsung. Kebiasaan merokok bukan saja merugikan si perokok, tetapi juga bagi orang di sekitarnya.  Saat ini jumlah perokok, terutama perokok remaja terus bertambah, khususnya di negara-negara berkembang. Keadaan ini merupakan tantangan berat bagi upaya peningkatan derajat kesehatan masyarakat. Bahkan organisasi kesehatan sedunia (WHO) telah memberikan peringatan bahwa dalam dekade 2020-2030 tembakau akan membunuh 10 juta orang per tahun, 70% di antaranya terjadi di negara-negara berkembang.  Melalui resolusi tahun 1983, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan tanggal 31 Mei sebagai Hari Bebas Tembakau Sedunia setiap tahun.  Bahaya merokok terhadap kesehatan tubuh telah diteliti dan dibuktikan oleh banyak orang.

 

Efek-efek yang merugikan akibat merokok pun sudah diketahui dengan jelas. Banyak penelitian membuktikan bahwa kebiasaan merokok meningkatkan risiko timbulnya berbagai penyakit. Seperti penyakit jantung dan gangguan pembuluh darah, kanker paru-paru, kanker rongga mulut, kanker laring, kanker osefagus, bronkhitis, tekanan darah tinggi, impotensi, serta gangguan kehamilan dan cacat pada janin.  Penelitian terbaru juga menunjukkan adanya bahaya dari secondhand-smoke, yaitu asap rokok yang terhirup oleh orang-orang bukan perokok karena berada di sekitar perokok, atau biasa disebut juga dengan perokok pasif.

 

Dampak Merokok bagi Kesehatan

  1. Dampak pada paru-paru

Merokok dapat menyebabkan perubahan struktur dan fungsi saluran napas dan jaringan paru-paru. Pada saluran napas besar, sel mukosa membesar (hipertrofi) dan kelenjar mucus bertambah banyak (hiperplasia). Pada saluran napas kecil, terjadi radang ringan hingga penyempitan akibat bertambahnya sel dan penumpukan lendir. Pada jaringan paru-paru, terjadi peningkatan jumlah sel radang dan kerusakan alveoli.  Akibat perubahan anatomi saluran napas, pada perokok akan timbul perubahan pada fungsi paru-paru dengan segala macam gejala klinisnya. Hal ini menjadi dasar utama terjadinya penyakit obstruksi paru menahun (PPOM). Dikatakan merokok merupakan penyebab utama timbulnya PPOM, termasuk emfisema paru-paru, bronkitis kronis, dan asma.  Hubungan antara merokok dan kanker paru-paru telah diteliti dalam 4-5 dekade terakhir ini. Didapatkan hubungan erat antara kebiasaan merokok, terutama sigaret, dengan timbulnya kanker paru-paru. Bahkan ada yang secara tegas menyatakan bahwa rokok sebagai penyebab utama terjadinya kanker paru-paru.  Partikel asap rokok, seperti benzopiren, dibenzopiren, dan uretan, dikenal sebagai bahan karsinogen. Juga tar berhubungan dengan risiko terjadinya kanker. Dibandingkan dengan bukan perokok, kemungkinan timbul kanker paru-paru pada perokok mencapai 10-30 kali lebih sering.

  1. Dapat menyebabkan penyakit jantung koroner

Merokok terbukti merupakan faktor risiko terbesar untuk mati mendadak.  Risiko terjadinya penyakit jantung koroner meningkat 2-4 kali pada perokok dibandingkan dengan bukan perokok. Risiko ini meningkat dengan bertambahnya usia dan jumlah rokok yang diisap. Penelitian menunjukkan bahwa faktor risiko merokok bekerja sinergis dengan faktor-faktor lain, seperti hipertensi, kadar lemak atau gula darah yang tinggi, terhadap tercetusnya PJK.  Perlu diketahui bahwa risiko kematian akibat penyakit jantung koroner berkurang dengan 50 persen pada tahun pertama sesudah rokok dihentikan. Akibat penggumpalan (trombosis) dan pengapuran (aterosklerosis) dinding pembuluh darah, merokok jelas akan merusak pembuluh darah perifer.  PPDP yang melibatkan pembuluh darah arteri dan vena di tungkai bawah atau tangan sering ditemukan pada dewasa muda perokok berat, sering akan berakhir dengan amputasi.

Bahaya Narkoba

Generasi muda yang sehat adalah generasi muda yang bebas dari narkoba dan obat-obatan terlarang. Narkoba adalah kepanjangan dari Narkotika dan Obat atau bahan berbahaya. Istilah lain yang dipakai adalah Napza yang merupakan singkatan dari Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif. Narkoba atau Napza adalah bahan / zat / obat bila masuk tubuh terutama otak / susunan syaraf pusat, menyebabkan gangguan kesehatan, fisik, psikis, dan fungsi social karena terjadi kebiasaan, ketagihan serta ketergantungan.

 

Penggunaan narkoba dapat dilakukan dengan cara:

  • Dilinting dan dibakar
  • Dihisap
  • Diminum, ditelan dan dihirup
  • Disuntik ke dalam tubuh

 

Pada akhir-akhir ini telah banyak sekali korban generasi muda yang telah terjebak oleh narkoba akibat dari terjadinya penyalahgunaan narkoba. Seseorang tidak begitu saja mengalami ketergantungannya narkoba, melainkan bertahap. Pertama, diawali dengan factor eksperimental, dimana seseorang coba-coba memakai narkoba, seperti coba-coba merokok atau minum beralkohol. Karena merasakan ada efek yang menyenangkan, kemudian mengulanginya lagi dan terus mengulanginya sehingga masuk ke tahap pembiasaan berlanjut ke tahap (ketergantungan) yang akhirnya mengarah ke overdosis. Kedua dipengaruhi oleh faktor individu, selain untuk iseng dan coba-coba, juga adanya harapan untuk memperoleh kenikmatan dari efek obat yang ada, atau untuk menghilangka rasa sakit atau ketidaknyamanan yang dirasakan, baik sakit yang sifatnya fisik (seperti para penderita kanker atau penyakit lain) maupun psikis, seperti misalnya stress karena putus cinta, prestasi jelek, depresi, atau konflik dengan orang tua. Ketiga, dipengaruhi oleh factor pergaulan maupun factor lingkungan. Bagi seseorang hal paling berat yang dirasakan adalah adanya tekanan kelompok sebaya untuk dapat diterima atau diakui dalam kelompoknya. Narkoba ternyata banyak sekali menimbulkan efek negatifnya terutama pada generasi muda yang tidak sadar akan bahayanya narkoba, Efek negatif tersebut antara lain:

  • Habitualis membuat pemakainya akan selalu terbayang sehingga cenderung mencari dan rindu. Membuat pemakai narkoba bila sembuh kambuh kembali.
  • Adiktif membuat pemakainya tidak dapat menghentikan, kebiasaan dalam pemakaian narkoba, karena menimbulkan perasaan sakit yang luar biasa.
  • Dosis cenderung meningkat. Penggunaan yang berulang member dampak tidak beraksinya efek narkoba. Sehingga pengguna selalu menaikkan dosis agar dapat menikmati efek dari narkoba.

Selain memiliki efek negatif ternyata masih ada pula dampak yang lain yang timbul akibat dari penyalahgunaan narkoba, antara lain:

  • Dampak kesehatan: Gangguan sistem syaraf, fungsi jantung dan pembuluh darah, kulit, paru-paru, sakit kepala, mual dan muntah, kerusakan hati dan sulit tidur. Dapat pula berakibat buruk bagi kesehatan reproduksi seperti gangguan pada fungsi alat reproduksi, fertilitas dan gangguan kehamilan berupa kecacatan pada janin, bayi bayi rendah, bayi cacat serta keguguran. Beresiko tinggi terhadap penularan virus HIV-AIDS pada para pemakaian narkoba dengan jarum suntik.
  • Dampak kematian: akibat konsumsi melebihi dosis yang aman (overdosis)
  • Dampak social:  penurunan prestasi dan kinerja, meningkatnya pelanggaran hukum / kejahatan dan masalah social, dapat menghancurkan masa depan bangsa.

Secara umum ciri-ciri dari seseorang yang telah memakai narkoba dapat dikenali dengan mudah dengan gejala-gejala yang ditimbulkan mulai dari perubahan sikap dan prilaku seseorang, terlebih lagi biasanya Penggunaan narkoba biasanya suka menyendiri, takut cahaya, tatapan mata kosong, mata dan hidung berair, menguap terus, malas mandi (opiate), depresi (amfetamine), kejang (pada alcohol atau obat penenang), kebersihan / kesehatan diri tak terawatt, bekas suntikan pada lengan / bagian tubuh lain.

Untuk mencegah agar kita tidak terjebak oleh narkoba dapat dimulai dari diri kita sendiri. Oleh karena itu hal-hal yang perlu diketahui agar kita selalu terhindar dari narkoba antara lain:

  • Jangan pernah mendekati narkoba karena iseng atau sekedar coba-coba.
  • Selalu ingat bahwa menyimpan, menggunakan, dan mengedarkan narkoba akan berurusan dengan hukum. Selalu selektif dalam memilih teman bergaul, pilihlah yang dapat member pengaruh positif bagi diri kita.
  • Jika stress, gagal atau terkena masalah maka lebih mendekatlah kepada Tuhan dan lakukan hal-hal yang posistif.
  • Selalu tingkatkan keimanan dengan mempelajari ajaran agama.
  • Hindari “teman yang suspect” dan ingat bahwa kesenangan yang diperoleh dari narkoba adalah semu dan akan berakhir dengan bencana dan kematian.

 

Pentingnya Menerapkan Perilku Hidup Bersih dan Sehat

Keadaan sehat adalah kehendak semua pihak, tidak hanya di dominasi oleh perorangan, akan tetapi juga harus dimiliki oleh kelompok dan bahkan oleh masyarakat. Dalam UU Kesehatan RI No.36 Tahun 2009, “ Kesehatan adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spritual maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial dan ekonomis”. Hal ini berarti bahwa kesehatan pada diri seseorang atau individu itu mencakup aspek fisik, mental, spiritual dan sosial demi tercapainya keadaan yang sejahtera bagi seseorang baik dengan produkivitasnya dan juga ekonominya.

 

Sejalan dengan itu menurut Bloom (1974), derajat kesehatan dipengaruhi oleh 4 faktor yaitu faktor lingkungan, faktor  perilaku, faktor  keturunan dan faktor pelayanan kesehatan. Dari ke-4 faktor tersebut, faktor ke-2 yaitu faktor perilaku sangat berpengaruh dalam kesehatan seseorang, terutama dalam penerapan PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) baik dilingkungan pribadi, keluarga, maupun masyarakat.

 

Perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS) merupakan langkah yang harus dilakukan untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal bagi setiap orang. Kondisi sehat tidak serta merta terjadi, tetapi harus senantiasa kita upayakan dari yang tidak sehat menjadi hidup yang sehat serta menciptakan lingkungan yang sehat. Upaya ini harus dimulai dari menanamkan pola pikir sehat yang menjadi tanggung jawab kita kepada masyarakat dan harus dimulai dan diusahakan oleh diri sendiri. Upaya ini adalah untuk mewujudkan derajat kesehatan masyarakat setinggi-tingginya sebagai satu investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif. Dalam mengupayakan perilaku ini dibutuhkan komitmen bersama-sama saling mendukung dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat khususnya keluarga sehingga pembangunan kesehatan dapat tercapai maksimal.

 

Peningkatan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat di Institusi Kesehatan sangat diperlukan sebagai salah satu upaya untuk mencegah penularan penyakit dan mewujudkan Institusi Kesehatan. Oleh karena itu, sudah seharusnya semua pihak ikut rnemelihara, menjaga dan mendukung terwujudnya Institusi kesehatan Sehat.

Tujuan, Sasaran, dan Manfaat PHBS di Tatana Pelayanan Kesehatan Tujuan PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan:

    • Mengembangkan perilaku hidup bersih dan sehat di institusi kesehatan.
    • Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
    • Menciptakan Institusi kesehatan yang sehat.

Sasaran PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan:

  • Pasien.
  • Keluarga Pasien.
  • Pengunjung.
  • Petugas Kesehatan di institusi kesehatan.
  • Karyawan di institusi kesehatan.

 

Manfaat PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehata

 

Bagi Pasien/Keluarga Pasien/Pengunjung :

  • Memperoleh   pelayanan   kesehatan   di   institusi
  • Kesehatan yang sehat.
  • Terhindar dari penularan penyakit.
  • Mempercepat proses penyembuhan penyakit dan
  • Peningkatan kesehatan pasien

 

Bagi Institusi Kesehatan :

  • Mencegah terjadinya penularan penyakit di institusi kesehatan.
  • Meningkatkan citra institusi kesehatan yang baik sebagai tempat untuk memberikan pelayanan kesehatan dan pendidikan kesehatan bagi masyarakat.

 

  • Bagi Pemerintah Daerah :
  • Peningkatan persentase Institusi Kesehatan Sehat menunjukkan kinerja dan citra Pemerintah Kabupaten/Kota yang baik.
  • Kabupaten/Kota dapat dijadikan pusat pembelajaran bagi daerah lain dalam pembinaan PHBS di Institusi Kesehatan.

 

Dukungan untuk PHBS di Tatanan Pelayanan Kesehatan

  • PHBS di Institusi Kesehatan dapat terwu-jud apabila ada keinginan dan kemampuan dari para pengambil keputusan di lingkungan pemerintah daerah, institusi kesehatan dan lintas sektor terkait
  • Beberapa contoh perilaku di atas terlihat sangat sederhana, seperti halnya pengertian PHBS sendiri yang terasa begitu mudah dimengerti, namun diperlukan ketekunan dan kedisiplinan dalam penerapannya.
  • Untuk mengoptimalkan promosi tersebut maka para provider kesehatan yang memiliki andil terbesar untuk menyadarkan masyarakat.
  • Diharapkan untuk terus berkreasi mensosialisasikan pentingnya perilaku yang tepat pada masyarakat.

Sumber :

http://gerakan-anti-narkoba.blogspot.co.id/

https://ajigunawan.wordpress.com/2013/02/05/bahaya-merokok-bagi-kesehatan/

http://kesehatanlingkungan2013.blogspot.co.id/2014/08/makalah-perilaku-hidup-bersih-dan-sehat_2.html

http://kesehatanbangsa.blogspot.co.id/2014/05/makalah-perilaku-hidup-bersih-dan-sehat.html

http://diahpuspitasari41.blogspot.co.id/

 

Prestasi Mahasiswa UGM di Bidang Akademik dan Non Akademik

Universitas Gadjah Mada terus berupaya meningkatkan karakter kepemimpinan dan kemampuan soft skill mahasiswa lewat pengembangan sistem rekam jejak prestasi mahasiswa dalam kegiatan kokurikuler dan ekstrakulikuler yang dimasukkan dalam transkip nilai mahasiswa menjelang lulus. Harapannya prestasi non-akademik para lulusan UGM tersebut menjadikan mereka mampu bersaing secara global dengan karakter kepemimpinan yang kuat. Dia beralasan, mahasiswa memiliki peran sebagai calon pemimpin bangsa yang unggul disamping kemampuan akademik yang sudah tidak diragukan lagi.

Sahabat Percepatan Pengembangan Kepemimpinan Mahasiswa (SP2KM) merupakan program yang kini tengah dikembangkan UGM bertujuan membangun karakter kepemimpinan mahasiswa. Program ini menurutnya diharapkan mampu menjawab tuntutan pengguna lulusan UGM. “Kita harapkan mereka yang terlibat dalam program ini mampu menyampaikan nilai-nilai yang didapat kepada rekan mahasiswa lainnya.Untuk tahun ini sebanyak 150 mahasiswa yang lolos seleksi berhak mengikuti SP2KM.  Para mahasiswa ini akan menjalani semua program SP2KM. “Seluruh agendanya sudah dijadwalkan tiap akhir pekan, seperti outbound inisiasi, Special Management Skill, sampai nanti pembuatan Action Plan di akhir program.

Dengan mengikuti proses pengembangan karakter semacam ini menurut Haryanta, mahasiswa diajak mampu belajar bersama, mengembangkan potensi bersama, dan membangun kompetensi yang unggul secara bersama-sama. Jiwa-jiwa kepemimpinan nantinya dimiliki oleh peserta SP2KM sehinga dapat memberikan pengaruh terhadap lingkungannya.

 

Prestasi-Prestasi yang diraih oleh Mahasiswa UGM

 

  1. FK UGM Meraih Simplic 2016

SIMPIC adalah olimpiade internasional bidang ilmu mikrobiologi, parasitologi dan imunologi yang diselenggarakan oleh Fakultas Kedokteran Siriraj Hospital, Mahidol University di Bangkok Thailand pada 17 – 22 Maret 2016 lalu.

Olimpiade ini memasuki tahun ke 5 dan diikuti dengan antusiasme peserta yang cukup tinggi, yakni sebanyak 52 tim atau 260 peserta dari Thailand, Filipina, Indonesia, Malaysia, Kamboja, Tiongkok, Taiwan, Jepang, Mongolia dan Bangladesh. Jumlah ini belum termasuk observer yang berasal dari sejumlah perguruan tinggi ternama di Asia.

Olimpiade ini terdiri dari First Round, yang terdiri dari Multiple Choices Questions (MCQ) dan Timed-Laboratory Questions (TLQ) yang dilaksanakan secara individual. Pada First Round tim dari UGM menduduki peringkat 5 berdasarkan total nilai seluruh tim dan menjadi tim perwakilan Indonesia dengan nilai tertinggi.

Selanjutnya adalah Second Round, Semi Final dan Final. Tim delegasi FK UGM berhasil menjadi 12 tim yang lolos pada babak semi final. Namun takdir berkata lain, perjuangan tim harus berhenti hingga tahap semi final, sama seperti tahun lalu. Namun hal itu tidak menyurutkan motivasi mahasiswa FK UGM untuk mengejar juara. “Di masa mendatang, persaingan di dunia kedokteran akan semakin meningkat,” ujar Parangeni selaku ketua tim.

  1. Mahasiswa Peraih Emas pada PIMNAS XXIV di Makasar

Whanda, Alumni SMP 5 Yogyakarta dan SMA 3 Yogyakarta ini mempunyai prestasi yang luar biasa dalam bidang penelitian. Kegemarannya meneliti terlihat dari banyaknya publikasi dan penelitian yang telah dilaksanakannya, mulai dari tingkat fakultas hingga tingkat internasional. “Ethanolic Extract of Moringa oleifera I. Increases Sensitivity of WiDr Colon Cancer Cell Line Towards 5-Fluorouracil”, “Formulation Of A Ciplukan (Physalis Angulata L.) Vaginal Cleaning Solution As Antibacterial”, dan “Ethanolic Extract of Peels of Kaffir Lime (Citrus hystrix D.C.) : Potential Immunomodulator For Cancer Chemotheraphy” merupakan beberapa karyanya yang telah dipublikasikan secara ilmiah di tingkat internasional.

Mahasiswi peserta SP2MP 2010 dariPPKB UGM ini juga rajin mengikuti PKM (Program Kreativitas Mahasiswa) yang diselenggarakan oleh DIKTI. Pada tahun 2010 dia bisa menjadi bagian dari tim UGM dalam PIMNAS XXIII di Bali, lalu pada PIMNAS XXIV tahun lalu di Makassar dia menyabet medali emas untuk melengkapi prestasi UGM sebagai juara umum. Tahun ini pun dia baru saja selesai mengikut MONEV PKM awal bulan kemarin. Bersama dengan prestasi-prestasi penelitian lainnya, karya-karya putri dari pasangan Bapak Hariadi Heruwoto dan Ibu Sri Wariyanti tersebut juga membuatnya meraih penghargaan Pharmacy Award bidang penelitian pada tahun 2011 dan KMFA Award bidang penulisan pada awal 2011. Dalam rangka Dies Natalis UGM ke-62, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D. juga memberikan penghargaan sebagai peringkat 1 Mahasiswa Berprestasi UGM bidang Penelitian.

  1. Mahasiswa berperestasi dari Fisipol UGM

Mahasiswa Berprestasi UGM untuk program S1 diraih oleh Dianty Widyowati Ningrum (20), mahasiswi jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan angkatan 2011. Keikutsertaan Dianty dalam ajang yang diadakan oleh Komunitas Mahasiswa Berprestasi (KOMMAPRES) UGM dan Gadjah Mada Inspiration Forum (GMIF) karena dia berani mencoba.

Berawal dari mencoba itu akhirnya alumni SMAN 14 Jakarta ini meraih gelar juara. Dia bersaing dengan kandidat-kandidat yang memiliki segudang prestasi, sehingga prosesnya tidaklah mudah.
Mahasiswi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (Fisipol) UGM ini memiliki segudang prestasi, seperti Juara Nasional di Solo Open Debate Championship UNS dan National Debate Championship Undip. Selain itu, dirinya juga pernah menjadi runner up beberapa kompetisi, di antaranya di Universitas Kristen Satya Wacana (UKSW) dan Universitas Petra Surabaya

  1. Mahasiswa berprestasi tingkat Nasional

Dianty Widyowati Ningrum, mahasiswi jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan (PSdK) Fisipol Universitas Gadjah Mada berhasil menyabet juara tiga dalam ajang pemilihan Mahasiswa Berprestasi (Mawapres) Nasional yang digelar oleh Kemenristek Dikti di Hotel santika Premiere Malang. Ajang pemilihan Mahasiswa Berprestasi Nasional ini berlangsung selama dua hari, 28-30 Juni, diikuti sebanyak 30 finalis yang terbagi menjadi dua kategori, jenjang S1 dan Diploma. Universiotas Gadjah Mada di ajang ini berhasil mengirimkan dua delegasinya sebagai finalis, namun hanya Dianty yang berhasil menempati posisi juara tiga. Juara pertama dan kedua untuk kategori jenjang sarjana diraih R. Aditya Brahmana dari ITS dan Ikrom Mustofa dari IPB.

Untuk jenjang Sarjana, kata Dianty, dia bersaing dengan mahasiswa berprestasi dari Universitas Indonesia, Universitas Brawijaya, Universitas Andalas, Universitas Kristen Krida Wacana, Institut Pertanian Bogor, Universitas Bina Nusantara, Universitas Negeri Malang, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya, Universitas Udayana, Institut Seni Indonesia Surakarta, Universitas Dian Nuswantoro, Institut Teknologi Sepuluh November, Universitas Ahmad Dahlan, Universitas  Muhammadiyah Purwokerto dan Universitas Gadjah Mada.

Kelima belas finalis ini sebelumnya mengikuti tahapan proses seleksi yakni tes psikologi, presentasi karya tulis ilmiah, presentasi kemampuan berbahasa Inggris dan prestasi karya unggulan. Bagi Dianty, presentasi karya tulis dihadapan 8 orang pakar nasional merupakan tahapan yang paling berat. Pasalnya setiap peserta diharuskan menyampaikan ide dan gagasan kreatif yang bermanfaat bagi seluruh masyarakat. Adapun topik karya tulis yang diangkat oleh Dianty adalah pengadaan data kualitatif dan kuantitatif anak jalanan untuk memudahklan proses penanganan sosial.

Jumlah anak jalanan seluruh Indonesia saat ini berjumlah sekitar 232 ribu orang bertambah dua kali lipat dibanding tahun 2011 lalu yang hanya mencapai 130 ribu orang. Menurutnya pertambahan jumlah anak jalanan belum diketahui penyebabnya karena minimnya ketersediaan data begitupun juga proses penanganannya. Data anak jalanan selama ini sangat terbatas sehingga beliau menawarkan metode survei untuk menguatkan pengolahan data tersebut.

  1. Mahasiswa FEB UGM Raih Juara Deloitte Tax Challenge 2016

Prestasi nasional kembali diraih mahasiswa Akuntansi FEB UGM. Samuel Edwardo, mahasiswa angkatan 2013, meraih 1st Winner Individual Category dan akan mewakili Indonesia ke Kuala Lumpur di ASEAN Deloitte Tax Challenge pada 25-26 Februari 2016. Sementara itu, Tim Jaya Wilaga yang beranggotakan Angela Yona (Akuntansi 2012), Johannes Juan (Akuntansi 2012), Achmad Masyhadul Amin (Akuntansi 2012) dan Karina Paramitha (Akuntansi 2012) berhasil menyabet 2nd Runner-Up Team Category.

Mahasiswa-mahasiswa yang berkompetisi, kata Mahfud, datang dari berbagai universitas, seperti Universitas Indonesia, Universitas Bina Nusantara, Universitas Padjajaran, Trisakti School of Management, Universitas Brawijaya, dan, UGM. Para peserta dihadapkan pada kasus-kasus terkait Pajak Indonesia dan Pajak Internasional dan harus dikerjakan dalam 3 jam. Hasil pembahasan kasus itu selanjutnya dituangkan dalam bentuk Powerpoint dan Paper. Setelah itu, peserta harus mempresentasikan analisis mereka selama 10 menit di hadapan tiga panelis yang merupakan Partner dan Director dari Deloitte Tax Solutions.

Ia menjelaskan bentuk kompetisi di babak final serupa dengan babak penyisihan, namun waktu pengerjaan kasus dan persiapan presentasi hanya dibatasi 1,5 jam. Waktu presentasi yang diberikan adalah 25 menit, terdiri dari 15 menit presentasi dan 10 menit tanya jawab. Panelis adalah Managing Partner, Senior Partner, dan National Leader dari Deloitte Indonesia, yakni  Melisa Himawan, Firdaus Asikin, serta Mr. Carlo Navarro.

Ini membuktikan bahwa Departemen Akuntansi UGM merupakan yang terbaik di Indonesia sehingga FEB UGM memang layak mendapat akreditasi AACSB (Association to Advance Collegiate Schools of Business).

  1. Tim UGM Mendapat Juara Kompetensi Bisnis ASEAN

Tim Osiris UGM berhasil menjuarai ASEAN Young Socialpreneur Competition 2015 yang digelar di UGM, 18-19 September 2015. Tim ini berhasil menyandang gelar juara pertama setelah menyisihkan 224 tim lain dari berbagai perguruan tinggi di kawasan ASEAN dan Timor Leste. Tim Osiris yang beranggotakan Sheila Reswari dan Aldo Egi Ibrahim mahasiswa FEB, dan Ali Bahtiar Sirry mahasiswa FISIPOL sukses menyabet juara dengan mengusung isu pemberdayaan kelompok masyarakat penyandang disabilitas di Desa Sidomulyo, Yogyakarta. Program pemberdayaan kelompok masyarakat ini dikemas dalam sebuah ide yang cukup unik yakni pembuatan es krim buah naga.  Atas prestasinya itu mereka berhak atas modal bisnis sebesar 2.500 USD dan pembinaan bisnis selama 1 tahun oleh Shell Indonesia.

Ali Bahtiar mengatakan pilihan pengembangan bisnis pembuatan es krim selain bisnis ini memilik pasar yang luas juga mudah dalam produksinya. Sementara penggunaan buah naga sebagai bahan es krim pun masih jarang dijumpai  di pasaran sehingga menjadi hal yang menarik bagi calon konsumen. Es krim merupakan salah satu jenis panganan yang relatif disukasi banyak orang sehingga pasar untuk produk tersebut akan selalu ada.

Ali Bahtiar mengungkapkan bahwa pengembangan bisnis dilakukan dengan menggandeng kaum difabel ditujukan untuk memberikan kesempatan dan lapangan kerja bagi kelompok masyarakat yang pada umumnya cukup sulit mendapatkan pekerjaan. “ Komunitas difabel Sidomulyo ini memiliki  modal sosial yang cukup kuat dan coba kita rangkul untuk mengembangkan bisnis bersama agar modal sosial yang sudah ada tidak sia-sia,”tuturnya.

Pengembangan usaha es krim buah naga ini sudah berjalan sejak satu tahun silam. Namun demikian, bisnis baru berjalan secara efektif dalam empat bulan terakhir. Es krim buah naga berlabel Osiris es krim ini telah dipasarkan di KOPMA UGM. Per scoop dibanderol seharga Rp. 6 ribu selama masa promosi. “Sebelumnya hanya produksi saat ada expo, tetapi sejak bulan Juni kemarin sudah rutin mensuplai di KOPMA UGM.

Sementara ditambahkan Sheila, saat ini produksi es krim buah naga belum bisa dilakukan dengan maksimal. Pasalnya belum semua anggota komunitas aktif dalam pengembangan bisnis ini. Setiap minggunya mereka baru bisa mensuplai sekitar 4 liter es krim buah naga ke KOPMA UGM. “Sebenarnya komunitas ini mempunyai 87 anggota, tapi baru 18 orang yang aktif dan lima orang yang sudah menjalankan usaha.

  1. Mahasiswa Akuntansi UGM Raih Best Paper di Brawijaya Accounting Fair 2015

 

Tim mahasiswa akuntansi UGM kembali menunjukkan prestasinya. Kali ini, tim yang terdiri dari Adnil Nuril Fahmi dan Selma Elvita Rani, keduanya merupakan mahasiswa jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM memenangkan Best Paper dalam Brawijaya Accounting Fair (BAF) 2015 yang diselenggarakan Universitas Brawijaya, 16-18 November 2015 lalu.

 

Kegiatan BAF 2015 tersebut terdiri dari National Seminar, Accounting Challenge, dan Call for Paper dengan tema “Facing Challenges and Opportunities of Asia Pacific Economic Integration”. Total peserta dalam kompetisi BAF 2015 ini berjumlah 64 tim dari berbagai universitas di seluruh Indonesia, termasuk Universitas Indonesia, Universitas Airlangga, Universitas Udayana, Universitas Brawijaya, dan lain-lain.

 

Dalam kompetisi Call for Paper yang diikutinya, Adnil Nuril mengungkapkan bahwa paper mereka yang berhasil meraih juara mengangkat judul Facing Asia-Pacific Economic Integration: Being Financially Bilingual to Improve Investment Climate in Indonesia. Paper ini membahas tentang pentingnya konvergensi akuntansi dalam menghadapi integrasi ekonomi kawasan Asia Pasifik yang akan direalisasikan pada tahun 2025 melalui Free Trade Area of Asia-Pacific (FTAAP).

 

“Konvergensi akuntansi ini secara tidak langsung dapat meningkatkan iklim investasi dalam menyongsong kawasan ekonomi terintegrasi mendatang. Sebab, laporan keuangan yang dikeluarkan entitas akan menjadi lebih mudah dipahami dan dibandingkan oleh para investor asing,” tutur Adnil, Rabu (25/11).

 

Sementara itu, Selma Elvita menambahkan paper yang mereka buat juga membahas masalah-masalah yang menghambat upaya konvergensi akuntansi di Indonesia serta usulan solusi atas permasalahan tersebut. Setelah melalui seleksi paper dari akhir Oktober hingga tengah November, tim dari UGM akhirnya meraih kategori Best Paper dan diundang untuk mempresentasikan papernya di acara National Seminar BAF 2015 di Universitas Brawijaya, 16 November 2015.

 

Ini pengalaman pertama bagi kami untuk berbicara dalam sebuah seminar nasional. Kami tidak menyangka bahwa para peserta seminar begitu antusias terhadap presentasi kami. Sangat senang dan bersyukur kami dapat mengharumkan nama almamater.

 

Adnil dan Selma menjelaskan bahwa pihak fakultas, khususnya Departemen Akuntansi, selalu mendukung mahasiswa-mahasiswa dalam berkompetisi. Para dosen juga cukup terbuka membantu mahasiswa yang ingin berkonsultasi mengenai lomba. Selain itu, juga terdapat pembinaan dan dukungan biaya untuk mahasiswa-mahasiswa yang ingin mengikuti lomba.

 

  1. Santika Wibowo Raih Runner Up INCHALLENGE di Hongkong

 

Santika Wibowo, mahasiswi jurusan Akuntansi FEB UGM angkatan 2013, baru saja meraih gelar runner up di sebuah kompetisi bisnis INCHALLENGE. Kompetisi ini berlangsung pada tanggal 24-25 Agustus 2015 di Hongkong. Santika Wibowo yang sebelumnya menjalani internship di departemen Corporate Affairs PT HM Sampoerna Tbk, terpilih sebagai salah satu staf magang terbaik dan mewakili Indonesia dalam kompetisi INCHALLENGE ini.

 

Kompetisi yang diikuti Santika ini merupakan kompetisi yang di selenggarakan oleh perusahaan INKOMPASS Phillip Morris International, yang merupakan induk perusahaan dari  PT HM Sampoerna Tbk di Indonesia.  Peserta INCHALLENGE adalah staf-staf magang terbaik dari seluruh anak perusahaan INKOMPASS Phillip Morris International yang terdapat di berbagai negara.

 

Saat kompetisi, peserta INCHALLENGE yang terdiri dari 20 tim harus mempresentasikan hasil riset mengenai prospek dari berbagai macam industri, seperti industri fashion, music, dan lain-lain. Setelah itu, Santika dan teman satu timnya melewati tahap  lain dalam kompetisi tersebut, seperti tahap dimana peserta berusaha meyakinkan investor untuk berinvestasi dalam sebuah industri. Juri dari kompetisi ini adalah Presiden perusahaan Phillip Morris International kawasan Asia,Vice President Sales and Marketing, President Information System, dan Pimpinan Human Resources perusahaan Phillip Morris International.

 

Meskipun menghadapi persaingan yang cukup ketat, Santika Wibowo beserta timnya berhasil menjadi runner up INCHALLENGE dengan selisih yang tipis dari juara yang berasal dari negara Filipina. Selain itu, Santika juga mendapat penghargaan dari PT HM Sampoerna Tbk sebagai Best Group. Menurut Santi, keberhasilan ini adalah hasil kerja keras dan persiapan yang matang sebelum kompetisi berlangsung.

 

Referensi :

https://www.brilio.net/news/cerita-dianty-jadi-mahasiswa-berprestasi-ugm-2015-karena-coba-coba-150413q.html

http://fk.ugm.ac.id/2016/03/mahasiswa-fk-ugm-raih-prestasi-di-simpic-2016/

http://ugm.ac.id/id/berita/10162-dianty.widyowati.raih.juara.mahasiwa.berprestasi.nasional

https://ahmadnasikun.wordpress.com/2012/05/30/herwandhani-putri-mahasiswa-berprestasi-ugm/

http://feb.ugm.ac.id/id/berita/1044-mahasiswa-feb-ugm-raih-juara-deloitte-tax-challenge-2016.html

 

Pengembangan Ilmu Akuntansi

Hakikat pendidikan sebenarnya merupakan salah satu media untuk melakukan transfer pengetahuan dan perilaku dalam realitas yang sesuai nilai-nilai sosial masyarakat. Dengan demikian, terlihat jelas bahwa pendidikan tidaklah bebas nilai (value free) tetapi sangat dipengaruhi nilai-nilai yang ada di lingkungan sosialnya (value laden). Ketika pendidikan akuntansi tidak bebas nilai, tetapi sarat nilai, otomatis akuntansi konvensional yang saat ini masih didominasi kapitalisme Barat, maka karakter sistem pendidikan akuntansi pasti kapitalistik pula. Pendidikan akuntansi saat ini memang merupakan gambaran, imagi dari aktivitas praktis-empiris realitas kapitalisme di atas. Filosofi akademis dan konten pendidikan akuntansi merupakan komplemen dan respon dari aplikasi praktis berbasis otoritarian paternalistik abad 19 untuk melayani kepentingan korporasi (Mayper et.al. 2005) serta diarahkan untuk “mengisi” peserta didik dalam memahami kepentingan ekonomi (Amernic dan Craig 2004). Kondisi ini telah berlangsung lama dan menjadi “dogma” akuntansi dan dilihat sebagai evolusi pendekatan ekonomi positivistik (Truan dan Hughes 1999). Tidakkah perlu sesuatu yang lebih jika hanya transfer pengetahuan berbasis kepentingan ekonomi saja dalam pendidikan akuntansi karena pendidikan yang dimaksud oleh seluruh rakyat Indonesia telah terpancar dalam UUD 1945 dan UU No. 23 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Keduanya menegaskan penyelenggaraan sistem pendidikan nasional adalah untuk meningkatkan keimanan dan ketakwaan serta akhlak mulia dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Di sana tersirat pesan keutuhan sosok manusia terdidik. Artinya dalam konteks pendidikan akuntansi juga perlu pemahaman yang lebih daripada hanya memahami akuntansi yang terlokalisir untuk kepentingan ekonomi saja.

Peran Pendidikan Akuntansi dalam Pengembangan Kecerdasan

Peran Pendidikan Akuntansi dalam Mengembangkan Kecerdasan Ibarat ruh (jiwa) dan tubuh fisik pada manusia yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, penyelenggaraan pendidikan akuntansi Indonesia harusnya juga demikian. Pendidikan akuntansi Indonesia harus memiliki “ruh” yang berlaku sepanjang masa dan melekat pada seluruh “tubuh” dalam bentuk (seperti jenjang, jenis, dll) pendidikan akuntansi di Indonesia bisa dikatakan sebagai “Ruh” yang berarti pendidikan yang berkesadaran akan ketuhanan tanpa mengabaikan kesadaran sebagai manusia yang bermoral serta pengembangan potensi kecerdasan tanpa mengutamakan salah satunya. Dengan “ruh” pendidikan di atas dan melekat pada setiap “tubuh” bentuk-bentuk pendidikan akuntansi, sudah menjadi kewajiban bila pendidikan akuntansi segera menemukan kodrat (potensi, bakat, kompetensi) dari peserta didik. Peserta didik memiliki hak mutlak untuk menjadi dirinya sendiri, bukan menjadi orang lain yang bukan dirinya, yaitu diri yang selalu berkesadaran ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan sosial. Proses pendidikan yang baik akan sangat membantu dalam menemukan dan mengaktualisasikan kodrat peserta didik diatas, yaitu yang pada dirinya selalu berkesadaran ketuhanan, kemanusiaan dan keadilan sosial. Oleh karena itu, pendidikan akuntansi Indonesia harus dilakukan secara terpadu (integral) dan utuh (holistic) dari semua upaya untuk mengembangkan seluruh kecerdasan agar kodrat peserta didik dapat diaktualisasikan dalam kehidupan professi dan kehidupan sehari-hari. Proses pendidikan akuntansi Indonesia selayaknya memperhatikan berbagai bentuk kecerdasan dalam kesatuan yang utuh. Pemisahan satu (atau lebih) bentuk kecerdasan dari yang lain hanya akan mengakibatkan terabaikannya penemuan kodrat sejati, yang pada akhirnya juga mengaburkan penemuan diri sejati. Proses pendidikan yang terpadu dan utuh mampu memberdayakan semua bentuk kecerdasan manusia sekaligus menyatukannya dan sinkron dengan posisi kepribadian, tempat, dan waktu dimana peserta didik berada. Komposisi kecerdasan yang tepat pada setiap jenjang dan jenis pendidikan akuntansi sangat menentukan keberhasilan proses pendidikan akuntansi ini (KNPAI, 2012).

Pendidikan Akuntansi di Indonesia

Akuntansi merupakan produk yang dibangun dan berkembang dari nilai-nilai yang berkembang di masyarakat dimana akuntansi dan sistem akuntansi dikembangkan (Tinker,1980 dan Sukoharsono, 2009:2,2010). Pendidikan akuntansi dan sistem pendidikan akuntansi negara “barat”, dituturkan oleh Mulawarman (2008a:149,2012), diadopsi di Indonesia memang membawa nilai-nilai “sekularisasi” konsekuensi yang terjadi hanya akan mengarahkan pendidikan akuntansi sebagai “perangkap hegemoni korporasi” (Mayper et al, 2005) serta mengisi pemahaman kepada peserta didik untuk memenuhi “kepentingan ekonomi (Armenic dan Craig, 2004) dan pemahaman untuk menikmati “kesejahteraan materi” (Triyuwono, 2006a:5). Ketika berbicara akuntansi, tidak ada kekuasaan Allah SWT di sana, tidak ada nilai luhur indonesia dan nilai yang merekat erat dalam karakter Pendidikan akuntansi seharusnya dilakukan sesuai dengan UUD 1945 dan UU Sisdiknas 2003, yaitu pendidikan yang menjadi media untuk menumbuhkan potensi holistik peserta didik yang memiliki keseimbangan spiritual, mental, moral, kecerdasan dan ketrampilan (Hamzah, 2008). Ada sebuah konsep pendidikan yang diusulkan oleh Al-Attas (dalam Kamayanti, 2012:7) untuk menghapuskan sekularisasi dalam pendidikan yaitu dengan menyadarkan pendidik terlebih dahulu. Pendidik haruslah menyadari bila pendidikan ada untuk membentuk sebuah peradaban yang bermartabat, bersatu padu dengan adab mencerminkan kearifan, dan sehubungan dengan masyarakat adab adalah perkembangan tata-tertib yang adil di dalamnya. Jadi adab adalah lukisan (marsyhad) keadilan yang dicerminkan oleh kearifan. Ini adalah pengakuan atas berbagai hierarki (maratib) dalam tata tingkat wujud, eksistensi, pengetahuan dan perbuatan seiiring dengan pengakuan itu, pendidikan adalah meresapkan dan menanamkan adab pada manusia ini adalah ta’dib. Setiap diri manusia harus menyadari bahwa dirinya merupakan bagian dari sesuatu yang lebih besar daripada dirinya sendiri. Setiap diri yang sadar mempunyai kewajiban untuk membangun peradaban yang lebih baik, karena dirinya adalah bagian dari masyarakat, wujud, eksistensi dan pengetahuan yang kesemuanya itu direalisasikan dalam tindakan (Kamayanti, 2012:7).

Pengembangan Kecerdasan Intelektual

Kecerdasan ini mengajak seseorang untuk berpikir melihat suatu kebenaran atas dasar pemikirannya. Atas dasar demikian menjadi wajar bila kecerdasan ini erat hubungannya dengan kemampuan manusia untuk belajar dan menciptakan sesuatu tidak terkecuali di bidang ilmu pengetahuan (Mahayana et al, 2003:11). Contoh yang sangat sederhana adalah ilmu akuntansi. Akuntansi mainstream-meminjam istilah Wai Fong Chua-dibentuk atas seperangkat asumsi filosofis tentang pengetahuan, kemanusiaan, dan realitas sosial sebagaimana ilmuilmu pengetahuan modern dibentuk, sarat dengan budaya ilmiah yang disertai objektifikasi, penjarakan serta kuantifikasi (Chua, 1986:606-608). Sosok ilmu yang ditampilkan dengan bahasa numerik, hadir dalam angka-angka beku, dan memandang manusia secara sederhana sebagai spesies yang murni rasional untuk memaksimalkannya. Mencetak cara pandang akuntansi yang melulu memotret realistis secara sepihak, dalam analisis “ilmiah” berdasarkan dokumentasi moneter dan angka-angka. Berfungsi utamanya untuk menyajikan informasi kuantitatif, terutama yang bersifat keuangan, dari suatu korporasi yang diharapkan dapat digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan ekonomi di antara berbagai alternatif (Sukoharsono, 2009:1). Dalam penelitian ini saya berusaha mengungkap pandangan mahasiswa dalam memahami akuntansi. Pemahaman mereka dalam memaknai akuntansi diperoleh dari berbagai macam pengalamannya selama proses belajar akuntansi yang digeluti. Pemahaman tersebut tentunya dipengaruhi oleh berbagai sumber yang menjadi interpretasi mereka atas akuntansi itu sendiri, tidak ada yang salah, murni adanya dan keluar dari pengalamannya sebagai mahasiswa.

Pengembangan Kecerdasan Emosional

Kecerdasan emosional menuntut diri untuk belajar mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan orang lain dan untuk menanggapinya dengan tepat, menerapkan emosi sebagai energi efektif dalam kehidupan sehari-hari. Menjadi penting peranannya karena bila kita tidak memilikinya, keseimbangan hidup terganggu karena berkenaan dengan sikap kita terhadap lingkungan sekitar dan sosial (Puspita, 2012). Kecerdasan emosional dalam memahami dan mempraktikkan akuntansi dapat dihubungkan dengan sifat tamak dan egois manusia, setidaknya bisa bercermin dari tindakan korupsi yang hingga saat ini menjadi salah satu polemik yang tidak kunjung usai (Ludigdo, 2004:136 dan Mulia, 2013). Lalu terkait dengan sifat-sifat tersebut seharusnya berpijak dari berbagai prinsip etika yang dibangun untuk tidak mengejar kepentingan tertentu, oleh karenanya akuntan haruslah menjadi kreator terwujudnya tata kehidupan yang lebih beradab melalui otoritas keilmuan dan keahliannya. Dalam konteks ini salah satu contohnya adalah kejujuran. Kejujuran meskipun acapkali sering terdesak oleh kuatnya ambisi kekuasan dan pengaruh duniawi, namun kita dapat yakini bila kejujuran tidak akan pernah musnah, kejujuran haruslah menjadi cara hidup kita. Dan bukankah ini juga diajarkan di berbagai ajaran agama, dalam Islam lihatlah makna yang terkandung dalam surat Al-Baqarah: 282. Dalam konteks akuntansi peneliti memberikan contoh, yaitu terkait dengan penyusunan laporan keuangan perusahaan. Terkadang dalam praktiknya adanya “kebebasan” manajemen dan intervensi dari pihak internal dan eksternal untuk melaporkan hasil menguntungkan mendorong manajemen untuk menginvertensi pelaporan keuangan (Prasetyo, 2012). Prasetyo (2012) menambahkan, ketidakjujuran dalam pengungkapan informasi hanya akan menyebabkan timbulnya keraguan serta kerugian bagi pemakai, pengguna hanya akan mendapat informasi yang tidak sebenarnya dan bisa berdampak pada pengambilan keputusan ekonomi setelahnya. Kejujuran merupakan suatu nilai yang tertanam pada setiap individu. Ketika nilai ini diterapkan pada penyusunan kinerja keuangan maka akan berpengaruh pada karakteristik individu penyusun untuk selalu bertanggungjawab terhadap hasil yang dikerjakan, membuatnya dipercaya dan menjadikan suasana kerja saling mempercayai. Akuntan bukanlah orang bodoh yang tidak tahu mana celah-celah akuntansi yang sekiranya dapat dipermainkan, akan tetapi yang diinginkan dari seorang akuntan adalah menjadi pribadi yang mulia dan bermanfaat bagi orang banyak, sebaik-baiknya orang adalah yang bermanfaat bagi lainnya.

Kecerdasan Spiritual

Kecerdasan spiritual menurut Agustian (2005) adalah kemampuan untuk memberi makna ibadah pada setiap perilaku dan kegiatan, melalui langkah-langkah dan pemikiran yang fitrah, menuju manusia yang seutuhnya dan memiliki pola pemikiran ketuhanan. Kebutuhan bertuhan merupakan kebutuhan yang tak terelakkan pada manusia dan manusia membutuhkan itu (lihat Sukoharsono, 2008, 2009). Sebagaimana dijelaskan dalam Surat Al-Baqarah ayat 282 bahwa tuhan itu ada. Tuhan itu ada dan maha mengetahui segala sesuatu yang dilakukan umatnya, bertaqwalah dan jangan sekali-kali melakukan perbuatan yang merugikan kepadanya. Dalam konteks memahami dan mempraktikkan akuntansi, jika setiap individu menyadari akan perannya sebagai manusia yang baik dan kesadarannya akan tuhan yang selalu mengawasi gerak-gerik umatnya setiap saat kesadaran ini akan membuat seseorang berpikir dua kali bila ingin melakukan perbuatan yang merugikan, bukan karena tekanan duniawi namun sebagai patuhnya terhadap keberadaan tuhan. Ajaran agama dan ajaran moral mana pun pastilah menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran, ketulusan, rendah hati, menghargai harkat kemanusiaan, rela berkorban demi kemaslahatan orang banyak, dan semacamnya. Nilai-nilai pribadi spiritual ini bersifat universal melintasi segala zaman dan tempat. Kecerdasan spiritual dalam akuntansi peneliti mencoba memberikan contoh terkait dengan penyusunan laporan keuangan perusahaan. Jika perusahaan ingin langgeng, pencapaian kebijakan perusahaan harus menjunjung tinggi nilai pribadi spiritual yang bersifat langgeng, terutamannya pada penyusun laporan keuangan akan menurunkan praktik penyelewengan (fraud) dan memberikan informasi yang dapat dipercaya di segala kebijakan (Swasembada, 2007:33,40 dalam Prasetyo, 2012). Ketika nilai-nilai spiritual diterapkan maka akan menghasilkan nilai-nilai organisasi yang memiliki tujuan tidak semata-mata mencetak profit, tetapi harus bisa membawa manusia yang terlibat di dalamnya dengan berusaha menyampaikan informasi keuangan yang mudah dipahami dengan tidak merugikan orang lain. Perusahaan yang tidak menumbuhkan nilainilai spiritualitas akan menganggap aturan penyusunan laporan keuangan lebih sebagai alat dan bukan nilai. Jika alat kemungkinan masih bisa direkayasa, contoh Enron yang memanipulasi laporan keuangannya (Prasetyo, 2012).

Pendidikan Akuntansi dan Pemahaman Mahasiswa

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa akuntansi adalah ilmu yang sarat nilai, akan tetapi nilai apa yang setiap mahasiswa yakini benar dalam memahami akuntansi kembali lagi bagaimana cara mereka menyerap ilmu yang mereka pelajari. Ketika pendidikan akuntansi yang sarat nilai dan dirasuki oleh akuntansi konvensional yang saat ini masih didominasi kapitalisme barat, maka karakter sistem pendidikan akuntansi menjadi kapitalistik pula. Akuntansi kapitalistik erat kaitannya dengan rasionalitas. Rasionalitas berkaitan erat dengan konsep Utilitarisme. Utilitarisme menurut Bertens (2000:66-67), sebagai teori etika cukup dekat dengan cost-benefit analysis yang selalu berpikiran ekonomis, memperhitungkan untung dan rugi atas suatu tindakan, biasanya dipakai dalam konteks bisnis. Manusia adalah mahkluk yang membutuhkan penyelarasan konsep duniawi (EQ dan IQ) dan konsep spiritual (SQ). Adalah pemahaman yang salah bila insan pendidikan menganggap kecerdasan intelektual adalah yang utama, sementara sisi rasa dan batin justru dipinggirkan. Ketika kecerdasan intelektual menjadi hegemoni yang kuat, disadari atau tidak hal ini juga menindas sistem pendidikan dan merasuki juga pada peserta didik. Dalam hasil temuan yang lain, penelitian ini mengeksplorasi salah satu informan yang menurut peneliti ber-perspektif intelektualnya sangat kuat dari jawaban yang dikeluarkan. Pemahaman Akuntansi dari perspektif Kecerdasan Intelektual.

Kecerdasan intelektual mengajak seseorang untuk berpikir melihat suatu kebenaran atas dasar pemikirannya. Atas dasar demikian menjadi wajar bila kecerdasan ini erat hubungannya dengan kemampuan manusia untuk belajar dan menciptakan sesuatu tidak terkecuali di bidang ilmu pengetahuan (Mahayana et al, 2003:11), contoh yang sederhana adalah ilmu akuntansi itu sendiri. Akuntansi, dituturkan oleh Sukoharsono (2010), lebih sering dipandang sebagai sarana untuk menghasilkan laporan keuangan yang terdiri dari laporan laba rugi dan neraca dengan berbagai macam proses yang dilalui. Agaknya pemaparan diatas tidak berbeda jauh dengan pendapat Michael dan Adit mengenai akuntansi itu sendiri. Michael dan Adit memahami akuntansi tidak lebih sebagai sebagai sarana untuk menghasilkan laporan keuangan. Sementara dua informan lainnya, yaitu Novan dan Reza, mereka berdua menuturkan kalau akuntansi tidak seharusnya dipahami sekedar untuk menghasilkan laporan keuangan semata namun lebih dari itu. Terlepas dari bagaimana pandangan mereka dalam memaknai akuntansi, tentunya hal tersebut murni adanya dan keluar dari pengalaman mereka dalam proses belajar akuntansi.

Pengembangan ilmu akuntansi sangatlah penting bagi mahasiswa untuk bias mengatur perekonomian bangsa dengan baik dengan kecerdasan emosional, spiritual dan intelektual agar negeri ini bisa bebas dari korupsi. Selain itu juga bisa membuat bangsa Indonesia menjadi sebuah Negara yang maju dengan adanya pendidikan yang baik di Indonesia.

Referensi :

file:///C:/Users/User/Downloads/1545-3029-1-SM.pdf

file:///C:/Users/User/Downloads/20130819001.pdf

https://sugiyati089.wordpress.com/artikel-pendidikan-ekonomi-akuntansi/

http://jimfeb.ub.ac.id/index.php/jimfeb/article/view/1545/1414

 

Penerapan Pancasila dalam Kehidupan Kampus

Pancasila sebagai ideologi bangsa Indonesia menjadi pilar yang penting dalam kehidupan pemerintah dan masyarakatnya. Pilar-pilar itu tercermin dalam tiap-tiap sila Pancasila. Penerapan atau implementasi sila-sila dalam Pancasila merupakan hal yang wajib dilakukan bagi tiap-tiap warga negara. Namun, saat ini implementasi Pancasila hanya menjadi teori di sekolah, kampus, atau lembaga pendidikan lainnya. Pancasila hanya dijadikan suatu simbol tanpa ada tindakan konkret bagi terwujunya masyarakat yang berbangsa dan bernegara. Mahasiswa yang merupakan agen of change yang seharusnya menggerakkan implementasi pancasila kini mulai hilang semangatnya.

 

Tahun ajaran baru pada semester ganjil sangat identik dengan adanya mahasiswa-mahasiswa baru yang ingin menuntut ilmu pada sebuah perguruan tinggi di Indonesia. Mereka tentunya bukan hanya berasal dari satu daerah atau wilayah. Mengenai daerah asal masing-masing mahasiswa tentunya banyak sekali perbedaan yang di bawa dari daerah asal masing-masing. Perbedaan tersebut antara lain bahasa sehari-hari, gaya pergaulan, dan cara berkomunikasi. Perbedaan-perbedaan inilah yang membuat mahasiswa-mahasiswa enggan untuk berteman yang mahasiswa dari daerah lain, dan akhirnya hanya berkumpul dengan orang-orang dari daerahnya sendiri dan membentuk kelompok-kelompok. Adanya kelompok-kelompok ini tanpa disadari membuat mahasiswa-mahasiswa merasa nyaman dan membatasi pergaulan mereka dengan yang lain.Pengelompokan mahasiswa-mahasiswa ini tentunya sangat bertentangan dengan sila ketiga dalam Pancasila, yaitu; Persatuan Indonesia. Padahal dalam implementasinya terdapat butir pancasila yang berisi sebagaiberikut; Memajukan pergaulan demi persatuandan kesatuan bangsa yang ber-Bhineka Tunggal Ika. Butir ini menghendaki adanya pergaulan, hubungan baik ekonomi, politik, dan budaya antar suku, pulaudan agama, sehingga terjalin masyarakat yang rukun, damai dan makmur. Hal inilah yang melatar belakangi penulisan makalah ini, yang akan dibahas apa yang menyebabbkan mahasiswa enggan untuk bergaul dengan mahasiswa dari daerah lain serta bagaimana pandangan pancasila mengenai hal ini.

Atas ilustrasi tersebut, dalam pembahasan tentang pancasila ini diharapkan dapat menemukan atau memberikan contoh apasaja sikap yang dapat kita lakukan sesuai nilai pancasila.

 

Pengertian Pancasila

Etimologi kata “Pancasila” berasal dari bahasa Sansekerta dari India (bahasa kasta Brahmana) yaitu panca yang berarti “lima” dan sila yang berarti “dasar”. Jadi secara harfiah, “Pancasila” dapat diartikan sebagai “lima dasar”. Pancasila adalah landasan dari segala keputusan bangsa dan menjadi ideologi tetap bangsa serta mencerminkan kepribadian bangsa. Pancasila merupakan ideologi bagi negara Indonesia. Dalam hal ini Pancasila dipergunakan sebagai dasar mengatur pemerintahan negara. Pancasila merupakan kesepakatan bersama bangsa Indonesia yang mementingkan semua komponen dari Sabang sampai Merauke.

 

Proses Lahirnya Pancasila

Kemerdekaan bangsa Indonesia pertama kali diumumkan oleh Pemerintah Militer di Indonesia pada tanggal 17 September 1944 oleh perdana Menteri Koyso, bahwa dalam waktu dekat akan dibentuk suatu badan yang bertugas mempelajari langkah-langkah mana yang perlu diambil sebagai persiapan kemerdekaan. Penyampaian tersebut sebagai lanjutan pada tanggal 29 April 1945.  Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) pada tnggal 28 Mei 1945 telah dilantik resmi oleh badan yang diketuai seorang jepang, akan tetapi kenyataanya dipimpin secara bergiliran oleh dua orang ketuan muda, yaitu Dr. Rajiman Wediodinigrat dan R.P. Suroso. Pada mulanya anggotanya yang berjumlah 63 orang. Badan ini mengadakan dua kali sidang yang pertama kali pada tanggal 29 Mei sampai dengan 1 Juni dan yang kedua pada tanggal 10-17 Juli 1945.

Tanggal 29 Mei 1945, Muhammad Yamin mengajukan usul mengenai calon dasar negara secara lisan yang terdiri atas lima hal, yaitu :

  1. Peri Kebangsaan
  2. Peri Kemanusiaan
  3. Peri Ketuhanan
  4. Peri Kerakyatan
  5. Kesejahteraan Rakyat

 

Selain secara lisan M. Yamin juga mengajukan usul secara tertulis yaitu :

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa
  2. Persatuan Indonesia
  3. Rasa Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
  4. Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan
  5. Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia

 

Kemudian pada tanggal 1 Juni 1945 Ir. Soekarno (Bung Karno) mengajukan usul mengenai calon dasar negara yaitu :

  1. Nasionalisme (Kebangsaan Indonesia)
  2. Internasionalisme (Perikemanusiaan)
  3. Mufakat atau Demokrasi
  4. Kesejahteraan Sosial
  5. Ketuhanan yang Berkebudayaan

 

Kelima hal ini oleh Bung Karno diberi nama PANCASILA, lebih lanjut Bung Karno mengemukakan bahwa kelima sila tersebut dapat diperas menjadi Trisila, yaitu:

  1. Sosio nasionalisme
  2. Sosio demokrasi
  3.  Ketuhanan.

Selanjutnya oleh Bung Karno tiga hal tersebut masih bisa diperas lagi menjadi Ekasila yaitu gotong royong.

 Selesai sidang pembahasan Dasar Negara, maka selanjutnya pada hari yang sama (1 Juni 1945) para anggota BPUPKI sepakat untuk membentuk sebuah panitia kecil yang tugasnya adalah menampung usul-usul yang masuk dan memeriksanya serta melaporkan kepada sidang pleno BPUPKI. Tiap-tiap anggota diberi kesempatan mengajukan usul secara tertulis paling lambat sampai dengan tanggal 20 Juni 1945.

 Adapun anggota panitia kecil ini terdiri atas 8 orang, yaitu:

  1. Ir. Soekarno
  2. Ki Bagus Hadikusumo
  3. K.H. Wachid Hasjim
  4. Mr. Muh. Yamin
  5. M. Sutardjo Kartohadikusumo
  6. Mr. A.A. Maramis
  7. R. Otto Iskandar Dinata dan
  8. Drs. Muh. Hatta

 Pada tanggal 22 Juni 1945 diadakan rapat gabungan antara Panitia Kecil, dengan para anggota BPUPKI yang berdomisili di Jakarta. Hasil yang dicapai antara lain disetujui dibentuknya sebuah Panitia Kecil Penyelidik Usul – usul/ Perumus Dasar Negara, yang terdiri atas sembilan orang, yaitu: Ir. Soekarno, Drs. Muh. Hatta, Mr. A.A. Maramis, K.H. Wachid Hasyim, Abdul Kahar Muzakkir, Abikusno Tjokrosujoso, H. Agus Salim, Mr. Ahmad Subardjo dan Mr. Muh. Yamin. Panitia Kecil yang beranggotakan sembilan orang ini berhasil merumuskan Mukadimah Hukum Dasar, yang kemudian dikenal dengan sebutan PIAGAM JAKARTA.

 Dalam sidang BPUPKI kedua, Tanggal 10 s/d 16 Juli 1945, hasil yang dicapai adalah merumuskan rancangan Hukum Dasar. Tanggal 9 Agustus 1945 dibentuk Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Dan pada Tanggal 15 Agustus 1945 Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu, sejak saat itu Indonesia kosong dari kekuasaan. Keadaan tersebut dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya oleh para pemimpin bangsa Indonesia, yaitu dengan mem-Proklamasi-kan Kemerdekaan Indonesia, pada tanggal 17 Agustus 1945. Sehari setelah proklamasi kemerdekaan PPKI mengadakan sidang, dengan acara utama :

  1. Mengesahkan Rancangan Hukum Dasar dengan Preambulnya (Pembukaan)
  2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden.

Untuk pengesahan Preambul, terjadi proses yang sangat panjang, sehingga sebelum mengesahkan Preambul, Drs. Muhammad Hatta terlebih dahulu mengemukakan bahwa pada tanggal 17 Agustus 1945 sore hari, sesaat setelah Proklamasi Kemerdekaan, ada utusan dari Indonesia bagian Timur yang menemuinya. Intinya, rakyat Indonesia bagian Timur mengusulkan agar pada alinea keempat preambul, di belakang kata KETUHANAN yang berbunyi ‘dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ dihapus. Jika tidak maka rakyat Indonesia bagian Timur lebih baik memisahkan diri dari negara RI yang baru saja diproklamasikan.

  Usul ini oleh Muh. Hatta disampaikan kepada sidang pleno PPKI, khususnya kepada para anggota tokoh-tokoh Islam, antara lain kepada Ki Bagus Hadikusumo, KH. Wakhid Hasyim dan Teuku Muh. Hasan. Bung Hatta berusaha meyakinkan tokoh-tokoh Islam, demi persatuan dan kesatuan bangsa. Oleh karena pendekatan yang terus-menerus dan demi persatuan dan kesatuan, mengingat Indonesia baru saja merdeka, akhirnya tokoh-tokoh Islam itu merelakan dicoretnya ‘dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemeluknya’ di belakang kata Ketuhanan dan diganti dengan ‘Yang Maha Esa’, sehingga Preambule (Pembukaan) UUD1945 disepakati sebagai berikut : 

 UNDANG-UNDANG DASAR

NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945

 PEMBUKAAN (Preambule)

 Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan perikeadilan. Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia, yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur.  Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya. Kemudian daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu susunan Negara Republik Indonesia yang berkedaulatan dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan Ke-rakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/ Perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

Nilai-Nilai Yang Terkandung Dalam Pancasila Dan Implementasinya Dalam Kehidupan Kampus

 

Menurut saya, implementasi pancasila sebagai paradigma kehidupan kampus tidak jauh berbeda dengan kehidupan tatanan Negara. Jadi kampus juga harus memerlukan tatanan pumbangunan seperti tatanan Negara yaitu politik, ekonomi, budaya, hukum dan antar umat beragama. Untuk mencapai tujuan dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara maka sebagai makhluk pribadi sendiri dan sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa,dan kehendak. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar kita dapat memanfaatkan fasilitas kampus untuk mencapai tujuan bersama.

Pembangunan yang merupakan realisasi praksis dalam Kampus untuk mencapai tujuan seluruh mahsiswa harus mendasarkan pada hakikat manusia sebagai subyek pelaksana sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu hakikat manusia merupakan sumber nilai bagi pembangunan pengembangan kampus itu sendiri.

 

  1. Ketuhanan Yang Maha Esa

Makna sila ini adalah:

  1. Percaya dan taqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan agama dankepercayaannya masing-masing menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
  2. Hormat dan menghormati serta bekerjasama antara pemeluk agama dan penganut penganut kepercayaan yang berbeda-beda sehingga terbina kerukunan hidup.
  3. Saling menghormati kebebasan menjalankan ibadah sesuai dengan agama dan kepercayaan masing-masing.
  4. Tidak memaksakan suatu agama atau kepercayaannya kepada orang lain.

 

Implementasi dalam kehidupan kampus :

  1. UKM ( Unit Kegiatan Mahasiswa) yang menjadi wadah berkumpulnya mahasiswa yang berbeda latar belakang suku, ras, budaya dan agama. Misalnya saja perkumpulan mahasiswa Budha, Kristen, Katolik, Protestan, Islam dan Hindhu.
  2. Jam-jam pembelajaran kuliah yang di buat tidak mengganggu dalam melaksanakan ibadah
  3. Adanya mata kuliah agama yang dijadikan mata kuliah wajib untuk mahasiswa

 

  1. Kemanusiaan Yang Adil Dan Beradab

Makna sila ini adalah:

  1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
  2. Saling mencintai sesama manusia.
  3. Mengembangkan sikap tenggang rasa.
  4. Tidak semena-mena terhadap orang lain.
  5. Menjunjung tinggi nilai kemanusiaan.
  6. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
  7. Berani membela kebenaran dan keadilan.
  8. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari masyarakat Dunia Internasional dan dengan itu harus mengembangkan sikap saling hormat-menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

 

Implementasi dalam Kehidupan kampus :

  1. Dalam penerimaan mahasiswa baru tidak adanya perbedaan antara yang mampu dan kurang mampu.
  2. Pemberian kebebasan dalam memilih jurusan
  3. Tidak berbuat seenaknya sendiri kepada mahasiswa lain
  4. Mendapatkan hak wisuda jika sudah memenuhi semua persyaratan yang berlaku
  5. Melaksanakan kewajiban untuk selalu masuk kuliah dan mengumpulkan tugas yang diberikan

 

  1. Persatuan Indonesia

Makna sila ini adalah:

  1. Menjaga Persatuan dan Kesatuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
  2. Rela berkorban demi bangsa dan negara.
  3. Cinta akan Tanah Air.
  4. Berbangga sebagai bagian dari Indonesia.
  5. Memajukan pergaulan demi persatuan dan kesatuan bangsa yang ber-Bhinneka Tunggal Ika.

 

Implementasi dalam Kehidupan Kampus :

  1. Adanya komunitas antara alumni sehingga tetap ada jalinan komunikasi
  2. Adanya momen upacara bendera di hari-hari besar negara
  3. Tidak saling bermusuhan antara mahasiswa
  4. Saling bertukar informasi antar mahasiswa universitas lain
  5. Menjaga nama baik kampus

 

  1. Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan Dalam Permusyawaratan/Perwakilan

Makna sila ini adalah:

  1. Mengutamakan kepentingan negara dan masyarakat.
  2. Tidak memaksakan kehendak kepada orang lain.
  3. Mengutamakan budaya rembug atau musyawarah dalam mengambil keputusan bersama.
  4. Berrembug atau bermusyawarah sampai mencapai konsensus atau kata mufakat diliputi dengan semangat kekeluargaan.

 

Implementasi dalam kehidupan kampus :

  1. Dalam pemilihan ketua pada setiap ukm dilakukan dengan musyawarah
  2. Menghargai pendapat teman saat berdiskusi suatu masalah
  3. Tidak egois jika pendapatnya tidak diterima
  4. Menjalin suasana kekeluargaan dalam mengerjakan tugas diskusi

 

  1. Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia

Makna sila ini adalah:

  1. Bersikap adil terhadap sesama.
  2. Menghormati hak-hak orang lain.
  3. Menolong sesama
  4. Menghargai orang lain.
  5. Melakukan pekerjaan yang berguna bagi kepentingan umum dan bersama

 

Implementasi dalam kehidupan kampus :

  1. Membantu teman yang belum paham tentang materi kuliah
  2. Memakai baju sewajarnya sesuai tata tertib kampus
  3. Bekerja keras dalam mencapai cita-cita
  4. Menghargai sebuah aplikasi yang diciptakan teman

 

Untuk menerapakan nilai– nilai Pancasila sebagai moral force di lingkungan kampus selain dengan mendapatkan materi pendidikan Pancasila di lingkungan kampus, mahasiswa sebagai moral force (kekuatan moral utama) dalam kehidupan berbangsa dan bernegara dianjurkan untuk mengikuti kegiatan-kegiatan yang bersifat positif dan mengandung pelaksanaan nilai-nilai Pancasila. Seperti mengikuti organisasi– organisasi, melaksanakan shalat berjamaah di kampus, membiasakan budaya untuk bermusyawarah agar mencapai kesepakatan bersama dan tercipata rasa keadilan, menjauhi kehidupan hedonisme dan harus membiasakan menerapkan nilai-nilai Pancasila di kehidupan sehari-hari. Mematuhi peraturan yang sudah ditetapkan oleh pihak kampus dan menyikapi suatu permasalahan dengan bijak. Serta untuk mendorong mahasiswa melaksankan nilai-nilai Pancasila, semua pihak kampus juga harus menerapkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari –hari. 

 

Referensi :

http://arsy22.blogspot.co.id/2015/01/contoh-penerapan-pancasila-di.html

http://santidwi29.blogspot.co.id/2013/01/implementasi-nilai-nilai-pancasila.html

http://iszty.blogspot.co.id/2012/05/implementasi-nilai-nilai-pancasila.html

http://www.master-exselen.com/2012/12/aktualisasi-pancasila-dalam-kehidupan.html

http://kayaberkah-fisip12.web.unair.ac.id/artikel_detail-106849-Knowledge-%E2%80%9CAktualisasi%20Pancasila%20dalam%20Kehidupan%20Kampus%20%28Perguruan%20Tinggi%29%E2%80%9D.html

 

Pendidikan Karakter dalam Ilmu Akuntansi

Perlu kita ketahui bahwa karakter berbeda dengan sikap, sifat dan temperamen, sifat dan temperamen memang tidak bisa di bentuk, sedangkan karakter bisa dibentuk. Pada prinsipnya manusia memiliki kapasitas yang sama untuk membangun karakternya.

Menurut Sunardi dalam makalahnya Pendidikan Karakter di Sekolah yang Membebaskan dan Penuh Keteladanan diungkapkan, pendidikan karakter bukanlah pendidikan yang penuh indoktrinasi melainkan penuh dengan keteladanan dan kebebasan untuk memilih nilai-nilai yang baik.

Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.
Begitu pula dengan pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi. Pembelajaran akuntansi yang berkarakter adalah proses pemberian ilmu-ilmu akuntansi secara langsung dan diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan direalisasikan diluar kegiatan belajar mengajar. Ilmu akuntansi terkait erat dengan ilmu ekonomi. Banyak sekali perwujudan yang dapat direalisasikan terkait dengan ilmu ini, misalnya orang (siswa akuntansi), seharusnya tidak mempelajari akuntansi secara teori dalam pengerjaan soal, akan tetapi dapat dilakukan praktek kewirausahaan yang dapat dilakukan diluar sekolah. Sehingga dengan perjalanan / praktek wirausahanya, mereka menghasilkan suatu transaksi, dan transaksi itulah yang nantinya harus dikerjakan dan diselesaikan. Dengan cara yang seperti ini maka siswa maupun mahasiswa akuntansi tidak hanya berpacu pada soal dan harus dikerjakan, tetapi mereka dapat melahirkan sebuah karakter, yaitu dengan cara melakukan wirausaha sederhana, sehingga terealisasi transaksi dan dari transaksi itu diselesaikan hingga mereka mengerti laporan keauangan mengenai loss/profit usaha sederhana mereka.

Namun dalam kenyataanya sulit sekali praktek seperti ini dilakukan. Baik siswa maupun mahasiswa hanya mendapakant proses pembelajaran akuntansi dengan pengerjaan soal, sehingga sebagian siswa mungkin dapat menyelesaikannya, namun tidak paham konsep atau maksud transaksi yang diselesaikannya itu seperti apa. Karena hal inilah pendidikan karakter sangat diperlukan, baik karakter secara umum, ataupun karakter pada setiap mata pelajaran.

Pembelajaran akuntansi

Akuntansi merupakan ilmu yang bertahap dari pengerjaan bukti transaksi sampai pada laporan keuangan perusahaan, dimana laporan keuangan itu merupakan pedoman (pokok pengerjaan akuntansi) yang dapat diketahui nasib suatu perusahaan itu, terletak pada posisi loss (rugi) ataukah profit (laba). Definisi akuntansi dapat dirumuskan ke dalam dua sudut pandang yaitu sudut pandanh pemakai dan sudut pandang proses kegiatan akuntansi. Dari sudut pandang pemakai dapat didefinisikan bahwa :

  1. Akuntansi diselenggarakan dalam suatu organisasi (biasanya berupa organisasi perusahaan. 2.informasi akuntansi sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan perusahaan.

Informasi ini digunakan dalam pengambilan keputusan intern organisasi (manajemen, investor, kreditur). Sudut pandang proses kegiatan, mendefinisikan bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut bermacam-macam kegiatan. Artinya kegiatan akuntansi itu bertahap dari langkah pertama kemudian diteruskan ke dalam langkah (tahap selanjutnya). Tahapan itu sering kita sebut sebagai siklus akuntansi. Perusahaan dagang/jasa, pasti mempunyai siklus tersendiri, namun pada dasarnya tahap akhir dari sebuah siklus itu adalah laporan rugi laba. Dengan adanya laporan R/L ini maka akuntansi tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada yang mengendalikan. Jadi, akuntansi dalam sebuah perusahaan juga diatur oleh pegawai yang menangani hal tersebut . Dengan melihat laporan R/L perusahaan, maka apa yang akan dilakukan oleh perusahaan menjadi tanggung jawab pemikir perusahaan yaitu manajer. Maka dari itu, banyak sekali pembelajaran akuntansi dan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan. Dimana manajer ini harus berfikir keras menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Manajer harus punya karakter, manajer harus tegas dan cepat dalam mengambil sebuah keputusan.

Pada anak yang telah memiliki pengetahuan tentang konsep jurnal umum, kemudian diberikan soal mengenai jurnal khusus oleh guru maka konsep jurnal umum ini belum cocok dengan konsep Jurnal Khusus yang telah dimiliki anak, maka konsep Jurnal umum itu direstrukturisasi sehingga dapat bersesuaian dengan konsep Jurnal khusus. Setelah itu, pengetahuan tentang konsep Jurnal umum tersebut dapat berintegrasi dengan pengetahuan yang telah ada dan diperoleh pengetahuan baru berupa konsep Jurnal khusus. Pengetahuan dapat terbentuk bergantung pada kekuatan koneksi atau ikatan antara situasi dan respon tertentu.

Thorndike  mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:

(1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat;

(2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat. Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hampir senada dengan hukum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus / respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Hal tersebut dapat dijelaskan dari pendapat Gagne, bahwa setiap jenis belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan. Tahap pertama pemahaman, setelah seseorang yang belajar diberi stimulus, maka ia berusaha untuk memahami karakteristiknya (merespon) kemudian diberi kode (secara mental). Hasil ini selanjutnya digunakan untuk menguasai stimulus yang diberikan yaitu pada tahap kedua (tahap penguasaan). Pengetahuan yang diperoleh dari tahap dua selanjutnya disimpan atau diingat, yaitu pada tahap ketiga (tahap pengingatan). Terakhir adalah tahap keempat, yaitu pengungkapan kembali pengetahuan yang telah disimpan pada tahap ketiga.

 

Berdasarkan pandangan psikologi behavior di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh karena adanya asosiasi (ikatan) yang manunggal antara stimulus dan Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan, penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku respon. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudojo bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh dari sekumpulan ikatan stimulus-respon, semakin sering asosiasi ini digunakan apalagi diberi penguatan, maka akan semakin kuat ikatan yang terjadi. Jika dihubungkan dengan pengetahuan Akuntansi, hal ini berarti semakin sering suatu konsep Akuntansi (pengetahuan) diulangi maka konsep Akuntansi itu akan semakin dikuasai. Sebagai contoh, apabila seorang anak telah mengetahui bahwa 3 x 4 sama dengan 12, kemudian anak tersebut sering ditanya tentang hal itu, maka ia akan semakin paham dan bahkan secara otomatis dapat menjawab dengan benar apabila ditanya, karena ikatan stimulus yaitu ”3 x 4 “ dengan responnya yaitu “12” akan semakin kuat.

 

Matthews (dalam Suparno, 1997:124) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologi dan sosiologi. Kemudian konstruktivisme psikologi juga dibagi menjadi dua yaitu: (1) konstruktivisme radikal, yang lebih bersifat personal, individual, dan subyektif, dan aliran ini dianut oleh Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan (2) konstruktivisme Menurut Piaget pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi. Selanjutnya, Piaget (dalam Bell, 1981: Stiff dkk., 1993) berpendapat bahwa skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan.

 

Untuk memperjelas uraian di atas perhatikan ilustrasi berikut, Misalkan, pada seorang anak bernama Gibran telah terbentuk skemata tentang persamaan akuntansi yaitu pengertian persamaan akuntansi, bentuk umum persamaan akuntansi (Utang + Modal = H), dan teknik penyelesaiannya. Suatu ketika kepadanya diperkenalkan persamaan HPP Persediaan awal + pembelian – persediaan akhir = HPP. Karena pengetahuan yang terbentuk dalam skemata Gibran adalah tentang persamaan akuntansi dan tidak cocok dengan persamaan HPP, maka Gibran akan mengalami disequilibrium. Agar skemata tentang persamaan HPP itu dapat dibentuk, maka skemata tentang persamaan akuntansi yang telah ada direstrukturisasi sehingga persamaan HPP dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasi dan diadaptasi, sehingga terjadilah keadaan equilibrium. Akhirnya, terbentuklah skemata baru atau pengetahuan baru yaitu persamaan HPP. sosial, yang lebih bersifat sosial, dan aliran ini dipelopori oleh Vigotsky. Ernest (1996:9) secara tegas membagi tiga aliran konstruktivisme yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme sosial, dan konstruktivisme lemah (weak constructivism). Selanjutnya, yang akan dibahas dalam

tulisan ini hanyalah konstruktivisme psikologi/radikal yang dipelopori oleh Piaget dan konstruktivisme sosial yang dipelopori oleh Vygotsky.

 

Penekanan pada pendidik dalam proses pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengannya dan guru adalah penabungnya. Pendidik yang berkarakter adalah pendidik yang mengetahui norma (aturan) dan moral yang baik. Pendidik yang bermoral baik maka akan melahirkan karakteryang baik. Paul suparno, ada 4 model penyampaian pembelajaran moral :

  1. Model sebagai mata pelajaran tersendiri.
  2. Model terintegrasi dalam semua bidang studi.
  3. Model luar pengajaran.
  4. Model gabungan.

 

Model terintegrasi berpusat pada guru yaitu guru adalah pengajar moral, semua guru ikut bertanggung jawab dan pembelajaran tidak selalu bersifat informatif kognitif ,melainkan bersifat terapan pada tiap bidang studi. Begitu pula dengan penekanan yang ada yang ada pada diri pendidik yaitu guru akuntansi harus mampu menerapkan (mempraktikkan manajemen akuntansinya) sebelum hal itu diterapkan pada anak didiknya. Pengajar akuntansi yang kurang paham dengan konsep akuntansi secara mendetail maka tidak akan menghasilkan pendidik akuntansi yang berkarakter, hasilnya, pembelajaran yang bertujuan mengahasilkan karakter akuntan, bisa jadi malah mengahasilkan pendidik berkarakter pada lingkup teori saja, sehingga minimal sekali pikirannya untuk sampai pada tingkat manajerial. Melihat di era globalisasi ini faktor utama yang menunjang berhasilnya pendidikan adalah praktek pendidik itu sendiri. Begitu pula dengan penerapan karakter pembelajaran akuntansi, harus dapat menghasilkan seorang akuntan yang berkarakte, sehingga ada sesuatu yang menonjol pada siswa (mahasiswa akuntansi), dimana itu semua didapatkan dari pendidik yang berkarakter pula dalam pembelajaran akuntansi.

Upaya Realisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi
Pentingnya penegakan moral
Moral menempatkan posisi penting dalam melewati setiap keadaan kehidupan. Oleh karena itu setiap usaha untuk memajukan suatu masyarakat mutlak membutuhkan moralitas (Harahap:2005:V). Penegakan moral akademik sangat signifikan. Dua hal signifikan itu adalah :

1)  Penegakan moral akademik itu akan dapat menjaga kalangan perguruan tinggi dari sikap bias (berat sebelah) dan tetap menjadi pandu bagi arah perkembangan masyarakat. Kedua, penegakan moral akademik merupakan konsekuensi logis dari tugas profetik yang di emban kaum akademis. Pentingnya penegakan moral memacu tercapainya realisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi. Semua karakter yang akan diterapkan pada mata pelajaran terpacu pada pentingnya moral yang harus dimilki dan dipahami.
2) Menempatkan moral di atas ilmu (dalam konteks menyoroti karakter ilmuan akuntansi).
Dalam transaksi masyarakat indonesia, sering dirasakan bahwa kaum berilmu tidak berperilaku sejajar dengan ilmu yang dimilikinya. Contoh: seorang akuntan yang pandai ilmu akuntansinya tetapi ia tidak memiliki olah spiritual dan moral yang baik maka kepandaiannya akan disalahgunakan dan bertindak korupsi sehingga merugikan banyak pihak. Hal semacam ini tidak dapat disebut karakter dalam pembelajaran akuntansi. Dan ilmu dilitakkan di atas moral padahal secara teoritis menyatakan bahwa moral ditempatkan lebih tinggi dari pada ilmu. Sehingga mampu menghasilkan karakter akuntan yang intelek dan religius.
3) Adanya integritas sehingga melahirkan karakter pembelajaran akuntansi yang baik
Pembelajaran akuntansi yang mampu menghasilkan karakter yang baik harus dilandasi adanya integrasi agama dan moral yang baik pula. Contoh: profesi akuntan sebagai seorang manajer dalam suatu perusahaan yang menjunjung tinggi moral, ilmu, dan agama, maka akan dapat menghasilkan keputusan yang baik dan kenyamanan bagi para pegawainya. Dan hasil itu tidak lain adalah dari pendidikan karakter yang tertanam dengan baik yang berpedoman agama dan moral. Manajer dalam perusahaan yang berkarakter baik bukan dilihat dari IQ (intelegesi) tetapi 99% adalah dari SQ yang ada dalam diri mereka, dengan modal SQ atau spirit yang dimiliki maka ia akan mengambil kep[utusan dan berfikir tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga demi kepentingan bersama. Dan tetntunya dengan berpedoman agama, akhlak, dan ilmu.

Tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi

Pendidikan karakter bertujuan untuk menghadapi tantangan di era globalisasi mendatang, pembelajaran akuntansi bukan hanya sekedar ilmu teori yang harus diketahui dan didefinisikan, tetapi bagaimana dengan teori tersebut dapat menambah pengetahuan konsep, dan mengetahui realita atau kejadian tiap transaksi perusahaan. Menurut Mochtar Buchori menyatakan bahwa Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Begitu pula dengan pembelajaran akuntansi, Pembelajaran akuntansi juga tidak berpusat pada transaksi perusahaan dan laporan keuangan tetapi juga menghayati nilai-nilai kepemimpinan pada suatu perusahaan, cara berorganisasi, dan pengaturan konsep mengenai pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.

Selain bertujuan untuk menghadapi era globalisasi, pendidikan karakter juga bertujuan melahirkan SDM yang mempunyai karakter akuntan yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang berhubungan dengan pembelajaran akuntansi, dan mampu merealisasikan pembelajaran akuntansi yang telah dipelajari ke dalam dunia kerja nantinya.


Ditekankan dalam diri pendidik, bahwa seorang pendidik akuntansi harus mempunyai karakter yang menonjol dibidang akuntansinya, bukan hanya sekedar teori tetapi juga mampu merealisasikan di dunia kerja, karena ilmu teori memang penting namun praktek dalam kenyataan lebih diutamakan. Pendidik yang berkarakter juga harus memiliki moral yang baik, meletakkan moral di atas ilmu, dengan begitu maka insyaallah akan dapat menghasilkan anak didik yang berkarakter, bermoral dengan landasa agama dan pancasila

Upaya Realisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi
1. Pentingnya penegakan moral
2. Menempatkan moral di atas ilmu (dalam konteks menyoroti karakter ilmuan akuntansi).
3. Adanya integritas sehingga melahirkan karakter pembelajaran akuntansi yang baik
3. Tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi.
1. menghadapi tantangan di era globalisasi mendatang, pembelajaran akuntansi bukan hanya sekedar ilmu teori yang harus diketahui dan didefinisikan, tetapi bagaimana dengan teori tersebut dapat menambah pengetahuan konsep dan pengetahuan.
2. membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata
3. melahirkan SDM yang mempunyai karakter akuntan yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang berhubungan dengan pembelajaran akuntansi, dan mampu merealisasikan pembelajaran akuntansi yang telah dipelajari ke dalam dunia kerja nantinya.

Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal pada mata pelajaran akuntansi  sebaiknya guru dianjurkan untuk mengembangkan berbagai media pembelajaran dengan catatan guru tersebut dapat menguasai secara keseluruhan media tersebut  dalam penggunaannya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam  pengoperasiannya.

Referensi :

http://www.pendidikankarakter.org.com

http://www.ahmadsudrajattentangpendidikan.org.com.

https://vianaurani.wordpress.com/kumpulan-tugas/pendidikan-karakter-dalam-pembelajaran-akuntansi/

http://www.ahmadsudrajattentangpendidikan.org.com.

http://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/view/594

 

Mahasiswa sebagai Role Model dan Agent of Change Termasuk dalam Kehidupan Sosial Masyarakat

Mahasiswa merupakan generasi kelas menengah yang selalu hadir dalam garda terdepan setiap perubahan penting dan mendasar di negeri ini. Mulai tahun 1908, lahirnya Boedi Oetomo telah melahirkan semangat perjuangan melawan kolonialisme dengan cara yang cerdas. Lahirnya Sumpah Pemuda 1928 juga tidak lepas dari peran penting mahasiswa, berlanjut pada Proklamasi Kemerdekaan 1945. Hingga berturut-turut sejak tahun 1965 dengan aksti Tritura (tiga tuntutan rakyat) yang meruntuhkan kekuasaan Orde Lama. Pada tahun 1997 dengan gerakan reformasinya, mahasiswa telah mendobrak ketidakadilan sistem politik dan ekonomi. Kesemua hal tersebut, membuktikan bahwa terdapat gerakan penting yang sesunggungnya dimotori oleh peran penting mahasiswa.

Belajar dari rentetan sejarah ini, tentunya menjadi suatu fakta bahwa peran penting mahasiswa tidak pernah bisa dipandang sebelah mata. Mahasiswa jelas merupakan generasi terdepan yang mendapatkan pendidikan (tingi) secara baik dibandingkan dengan kelompok generasi muda lainnya. Karena mendapat tempaan pendidikan inilah maka kita senyatanya banyak berharap bahwa stok sumberdaya masa depan yang berkarakter baik (good character) dan kuat banyak di isi oleh kaum muda ini. Di samping yang tidak boleh dilupakan adalah juga hight competency harus dikuasai.

Masa depan kebangsaan Indonesia sangatlah ditentukan oleh generasi muda terdidik ini, apalagi mereka adalah generasi yang banyak mendapatkan berbagai pengetahuan teoritik maupun praktis di Perguruan Tinggi tentang tema-tema pembangunan bangsa sesuai pada kompetensinya masing-masing. Sebagai generasi masa depan, kiranya penting pula mempersiapkan mereka dengan berbagai pola pendidikan yang mampu membangun karakter bangsa positif di kalangan mahasiswa, apalagi di era globalisasi ini. Di tengah percaturan global, maka fungsi karakter menjadi ‘elan vital’ (daya hidup) bagi kemampuan kita berkompetesi dengan negara lain.

Dewasa ini perkembangan mahasiswa sebagai agent of change, control, iron stock dan development mengalami sedikit degradasi. Mahasiswa dengan segudang aktivitasnya sepertinya banyak yang berpindah tujuan menjadi anti-mainstreme. Agen perubahan seperti yang terjadi pada masa tumbangnya era Soeharto tentu sebuah prestasi yang amat spektakuler. Tetapi, pada era reformasi ini sebagian besar mahasiswa justru berorientasi pada arah akulturasi budaya global seperti lifestyledan materialisme. Sangat disayangkan ketika mahasiswa dibutuhkan untuk mengawal kebijakan dan mengimplementasikan dalam bentuk empowermentsocietyjustru terperangkap pada orientasi akademis semata.
Masyarakat yang dianggap sebagai objek pembangunan harus diubah menjadi subjek pembangunan oleh mahasiswa. Belum lagi permasalahan akademis yang menurut penulis masih banyak yang berfikir secara pandangan ontologis saja. Sejatinya objek forma dari ilmu pengetahuan adalah tiga objek yaitu epistimologis, ontologis dan aksiologis. Pandangan ontologis yang hanya berpatokan pada apa yang dapat dipahami menjadi panca indra tentu adalah hal yang kurang menjelaskan tentang sebuah kondisi real.
Melalui peran mahasiswa, diharapkan berbagai gebrakan dan pemikiran anti-mainstreme diatas dapat diubah menjadi hal yang bersifat futuristik. Hal ini merupakan sebuah penjelmaan dari keinginan founding father Indonesia yang mendambakan generasi muda yang tidak hanya cerdas di akademis tetapi juga cerdas dan mempunyai langkah taktis untuk memberdayakan masyarakat serta mengawal kebijakan pemerintah.
Demo maupun unjuk rasa mahasiswa sangat positif jika dilakukan dengan langkah taktis yang integral dengan solusi yang ditawarkan. Penulis menginginkan sebuah pola yang fair tentang konsep mendemo dan menyelesaikan. Konsep mendemo adalah bersifat represif setelah kebijakan pemerintah sudah dikeluarkan. Tetapi permasalahannya adalah apa yang sebagian besar mahasiswa pendemo lakukan untuk objek kebijakan dan apakah mahasiswa pendemo sudah turun ke bawah (turba) dan melakukan action untuk mampu memeberdayakan masyarakat sebagai objek kebijakan? Tentunya hal ini jika difikirkan tidak menjadi sebuah role model/solusi. Kajian dan penelaahan akan impact kebijakan tentu sangat penting, tetapi action dan geliat semangat pendampingan lebih solutif selain harus mendemo tanpa adanya solusi. Sebagai sebuah kesimpulan dari apa yang penulis sampaikan dalam tulisan ini ada beberapa poin kunci.
Pertama, mahasiswa janganlah hanya memikirkan pola akademis yang bersifat ontologis tetapi harus konstruktif antara ontologis, epistimologis (mencari kebenaran dengan prinsip dasar, sifat, karakteristik) dan aksiologis (ranah metafiska, yang dapat dipahami melalui rasionalitas).
Kedua, menjadi mahasiswa yang peka akan lingkungan sekitar terutama civil society, janganlah hanya berkutat pada kekinian modernisasi seperti materialisme dan lifestyle.
Ketiga, berfikir dan bertindak dengan 3 tahapan yaitu, preventif, partisipatori dan represif. Preventif dapat dipahami sebagai upaya pencegahan, jika objeknya masyarakat bagaimana mampu memikirkan dampak dan solusi dari kebijakan pemerintah. Secara partisipatori, lebih menekankan pada upaya mahasiswa mampu mengimplementasikan dan menguji dari kebenaran solusi yang ditawarkan, aksi nyata dapat dilakukan seprti pemberdayaan masyarakat melalui berbagai sektor kehidupan. Sedangkan represif bersifat penolakan akan kebijakan yang telah dikeluarkan, aksi nyatanya dengan demo, diskusi ilmiah, forum rembug, unjuk rasa dan lain sebagainya. Keyword-nya adalah upaya represif dilakukan sebagai bentuk dari implementasi tahapan preventif dan partisipatori yang dipandang lebih optimal dan rasional ( aksiologis dan epistimologis).

Mahasiswa Sebagai “Agent of Change”

Mahasiswa sebagai Agent of Change artinya mahasiswa sebagai agen dari suatu perubahan. Lalu kini masalah kembali muncul, Kondisi bangsa saat ini jauh sekali dari kondisi ideal, banyak sekali penyakit-penyakit masyarakat yang menghinggapi hati bangsa ini, mulai dari pejabat-pejabat atas hingga bawah, dan tentunya tertular pula kepada banyak rakyatnya. Sudah seharusnyalah kita melakukan terhadap hal ini. Lalu alasan selanjutnya mengapa kita harus melakukan perubahan adalah karena perubahan itu sendiri merupakan harga mutlak dan pasti akan terjadi walaupun kita diam. Bila kita diam secara tidak sadar kita telah berkontribusi dalam melakukan perubahan, namun tentunya perubahan yang terjadi akan berbeda dengan ideologi yang kita anut dan kita anggap benar.

Perubahan merupakan sebuah perintah yang diberikan oleh Allah swt. Berdasarkan Qur’an surat Ar-Ra’d : 11, dimana dijelaskan bahwa suatu kaum harus mau berubah bila mereka menginginkan sesuatu keadaan yang lebih baik. Lalu berdasarkan hadis yang menyebutkan bahwa orang yang hari ini lebih baik dari hari kemarin adalah orang yang beruntung, sedangkan orang yang hari ini tidak lebih baik dari kemarin adalah orang yang merugi. Oleh karena itu betapa pentingnya arti sebuah perubahan yang harus kita lakukan. Mahasiswa adalah golongan yang harus menjadi garda terdepan dalam melakukan perubahan dikarenakan mahasiswa merupakan kaum yang “eksklusif”, hanya 5% dari pemuda yang bisa menyandang status mahasiswa, dan dari jumlah itu bisa dihitung pula berapa persen lagi yang mau mengkaji tentang peran-peran mahasiswa di bangsa dan negaranya ini. Mahasiswa-mahasiswa yang telah sadar tersebut sudah seharusnya tidak lepas tangan begitu saja. Mereka tidak boleh membiarkan bangsa ini melakukan perubahan ke arah yang salah. Merekalah yang seharusnya melakukan perubahan-perubahan tersebut.

Perubahan itu sendiri sebenarnya dapat dilihat dari dua pandangan. Pandangan pertama menyatakan bahwa tatanan kehidupan bermasyarakat sangat dipengaruhi oleh hal-hal bersifat materialistik seperti teknologi, misalnya kincir angin akan menciptakan masyarakat feodal, mesin industri akan menciptakan mayarakat kapitalis, internet akan menciptakan menciptakan masyarakat yang informatif, dan lain sebagainya. Pandangan selanjutnya menyatakan bahwa ideologi atau nilai sebagai faktor yang mempengaruhi perubahan. Sebagai mahasiswa nampaknya kita harus bisa mengakomodasi kedua pandangan tersebut demi terjadinya perubahan yang diharapkan. Itu semua karena kita berpotensi lebih untuk mewujudkan hal-hal tersebut.
Sudah jelas kenapa perubahan itu perlu dilakukan dan kenapa pula mahasiswa harus menjadi garda terdepan dalam perubahan tersebut, lantas dalam melakukan perubahan tersebut haruslah dibuat metode yang tidak tergesa-gesa, dimulai dari ruang lingkup terkecil yaitu diri sendiri, lalu menyebar terus hingga akhirnya sampai ke ruang lingkup yang kita harapkan, yaitu bangsa ini.

Fungsi Mahasiswa

Berdasarkan tugas perguruan tinggi yang diungkapkan M.Hatta yaitu membentuk manusisa susila dan demokrat yang
1. Memiliki keinsafan tanggung jawab atas kesejahteraan masyarakat
2. Cakap dan mandiri dalam memelihara dan memajukan ilmu pengetahuan
3. Cakap memangku jabatan atau pekerjaan di masyarakat

Berdasarkan pemikiran M.Hatta tersebut, dapat kita sederhanakan bahwa tugas perguruan tinggi adalah membentuk insan akademis, yang selanjutnya hal tersebut akan menjadi sebuah fungsi bagi mahasiswa itu sendiri. Insan akademis itu sendiri memiliki dua ciri yaitu : memiliki sense of crisis, dan selalu mengembangkan dirinya. Insan akademis harus memiliki sense of crisis yaitu peka dan kritis terhadap masalah-masalah yang terjadi di sekitarnya saat ini. Hal ini akan tumbuh dengan sendirinya bila mahasiswa itu mengikuti watak ilmu, yaitu selalu mencari pembenaran-pembenaran ilmiah. Dengan mengikuti watak ilmu tersebut maka mahasiswa diharapkan dapat memahami berbagai masalah yang terjadi dan terlebih lagi menemukan solusi-solusi yang tepat untuk menyelesaikannya.
Insan akademis harus selalu mengembangkan dirinya sehingga mereka bisa menjadi generasi yang tanggap dan mampu menghadapi tantangan masa depan.Dalam hal insan akademis sebagai orang yang selalu mengikuti watak ilmu, ini juga berhubungan dengan peran mahasiswa sebagai penjaga nilai, dimana mahasiswa harus mencari nilai-nilai kebenaran itu sendiri, kemudian meneruskannya kepada masyarakat, dan yang terpenting adalah menjaga nilai kebenaran tersebut.

Posisi Mahasiswa

Mahasiswa dengan segala kelebihan dan potensinya tentu saja tidak bisa disamakan dengan rakyat dalam hal perjuangan dan kontribusi terhadap bangsa. Mahasiswa pun masih tergolong kaum idealis, dimana keyakinan dan pemikiran mereka belum dipengarohi oleh parpol, ormas, dan lain sebagainya. Sehingga mahasiswa menurut saya tepat bila dikatakan memiliki posisi diantara masyarakat dan pemerintah.

Mahasiswa dalam hal hubungan masyarakat ke pemerintah dapat berperan sebagai kontrol politik, yaitu mengawasi dan membahas segala pengambilan keputusan beserta keputusan-keputusan yang telah dihasilkan sebelumnya. Mahasiswa pun dapat berperan sebagai penyampai aspirasi rakyat, dengan melakukan interaksi sosial dengan masyarakat dilanjutkan dengan analisis masalah yang tepat maka diharapkan mahasiswa mampu menyampaikan realita yang terjadi di masyarakat beserta solusi ilmiah dan bertanggung jawab dalam menjawab berbagai masalah yang terjadi di masyarakat.

Mahasiswa dalam hal hubungan pemerintah ke masyarakat dapat berperan sebagai penyambung lidah pemerintah. Mahasiswa diharapkan mampu membantu menyosialisasikan berbagai kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Tak jarang kebijakan-kebijakan pemerintah mengandung banyak salah pengertian dari masyarakat, oleh karena itu tugas mahasiswalah yang marus “menerjemahkan” maksud dan tujuan berbagai kebijakan kontroversial tersebut agar mudah dimengerti masyarakat.
Posisi mahasiswa cukuplah rentan, sebab mahasiswa berdiri di antara idealisme dan realita. Tak jarang kita berat sebelah, saat kita membela idealisme ternyata kita melihat realita masyarakat yang semakin buruk. Saat kita berpihak pada realita, ternyata kita secara tak sadar sudah meninggalkan idealisme kita dan juga kadang sudah meninggalkan watak ilmu yang seharusnya kita miliki. Contoh kasusnya yang paling gampang adalah saat terjadi penaikkan harga BBM beberapa bulan yang lalu.

Mengenai posisi mahasiswa saat ini saya berpendapat bahwa mahasiswa terlalu menganggap dirinya “elit” sehingga terciptalah jurang lebar dengan masyarakat. Perjuangan-perjuangan yang dilakukan mahasiswa kini sudah kehilangan esensinya, sehingga masyarakat sudah tidak menganggapnya suatu harapan pembaruan lagi. Sedangkan golongan-golongan atas seperti pengusaha, dokter, dsb. Merasa sudah tidak ada lagi kesamaan gerakan. Perjuangan mahasiswa kini sudah berdiri sendiri dan tidak lagi “satu nafas” bersama rakyat.

Mahasiswa selain sebagai agen perubahan juga bertindak sebagai agen pengontrol dalam pemerintahan. Kebijakan pemerintah sangat perlu untuk dikontrol dan dikritisi jika dirasa kebijakan tersebut tidak memberikan dampak positif pada keadilan dan kesejahteraan masyarakat dan semakin memperburuk kondisi masyarakat. Misalnya dengan melakukan demo untuk menekan pemerintah atau melakukan jajak pendapat untuk memperoleh hasil negosiasi yang terbaik.
Memiliki tanggung jawab guna melakukan partisipasi politik dan kontrol sosial terkait dengan kepentingan publik.
Tidak bersikap apatis dan acuh tak acuh.
Melakukan kontrol sosial pada setiap kebijakan mulai dari pemerintahan desa hingga ke tingkat pusat/nasional.
Membuka wawasan seluas-luasnya pemahaman tentang penyelenggaraan peme-rintahan negara dan aspek-aspek hukumnya.
Mampu memposisikan diri sebagai subjek pembangunan dan berperan aktif dalam setiap pengambilan keputusan untuk kepentingan masyarakat luas.

Mahasiwa adalah elemen masyarakat yang paling idealis dan memiliki semangat yang sangat tinggi dalam memperjuangkan sesuatu. Selama ini mahasiswa dipandang bisa cukup signifikan dalam mempengaruhi perubahan kebijakan atau struktur pemerintahan. Di sisi lain mahasiswa juga bisa mempengaruhi lapisan masyarakat lainnya untuk menuntut hak mereka yang selama ini kurang diperhatikan oleh pemerintah. Peran mahasiswa bisa dilihat dalam sejarah perjuangan kemerdekaan mengenai kebangkitan bangsa Indonesia dalam melawan penjajahan Belanda yang mana dipelopori oleh para mahasiswa kedokteran Stovia. Presiden pertama Indonesia, Soekarno sang Proklamator Kemerdekaan RI merupakan tokoh pergerakan dari kalangan mahasiswa. Selain itu peristiwa lain yaitu pada tahun 1996, ketika pemerintahan Soekarno mengalami keadaan politik yang tidak kondusif dan memanas kemudian mahasiswa tampil dengan memberikan semangat bagi pelaksanaan Tritura yang akhirnya melahirkan orde baru. Akhirnya, ketika masa orde baru, mahasiswa juga menjadi pelopor dalam perubahan yang kemudian melahirkan reformasi.
Begitulah perjuangan mahasiswa dalam memperjuangkan idealismenya yaitu untuk memperoleh cita-cita dalam menciptakan keadilan dan kesejahteraan di masyarakat. Maka tentunya mahasiswa dituntut utuk benar-benar konsisten atau memegang teguh idelisme mereka. Memang tidak dipungkiri sekarang ini banyak mahasiswa yang sudah luntur idealismenya karena terbuai dengan budaya konsumtif dan hedonisme. Hal tersebuut ternyata membuat mereka semakin berfikir dan bertindak apatis terhadap fenomena yang ada di sekitar mereka dan kecenderungan memikirkan diri mereka sendiri. Padahal perjuangan mahasiswa tidak berhenti begitu saja ada hal lainnya yang menanti untuk diperjuangankan oleh mereka, yaitu dalam melawan dan memberantas korupsi.
Referensi :
http://denimulya.blogspot.co.id/2010/11/peranan-mahasiswa.html
PERAN MAHASISWA DALAM GERAKAN ANTI KORUPSI
http://bemfisipol.umy.ac.id/2016/01/mahasiswa-sebagai-agent-of-change-bukan.html
http://madib.blog.unair.ac.id/jatidiri-and-characters/peran-penting-mahasiswa-indonesia/