Pendidikan Karakter dalam Ilmu Akuntansi

Perlu kita ketahui bahwa karakter berbeda dengan sikap, sifat dan temperamen, sifat dan temperamen memang tidak bisa di bentuk, sedangkan karakter bisa dibentuk. Pada prinsipnya manusia memiliki kapasitas yang sama untuk membangun karakternya.

Menurut Sunardi dalam makalahnya Pendidikan Karakter di Sekolah yang Membebaskan dan Penuh Keteladanan diungkapkan, pendidikan karakter bukanlah pendidikan yang penuh indoktrinasi melainkan penuh dengan keteladanan dan kebebasan untuk memilih nilai-nilai yang baik.

Berdasarkan penelitian di Harvard University Amerika Serikat (Ali Ibrahim Akbar, 2000), ternyata kesuksesan seseorang tidak ditentukan semata-mata oleh pengetahuan dan kemampuan teknis (hard skill) saja, tetapi lebih oleh kemampuan mengelola diri dan orang lain (soft skill). Penelitian ini mengungkapkan, kesuksesan hanya ditentukan sekitar 20 persen oleh hard skill dan sisanya 80 persen oleh soft skill. Bahkan orang-orang tersukses di dunia bisa berhasil dikarenakan lebih banyak didukung kemampuan soft skill daripada hard skill.
Begitu pula dengan pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi. Pembelajaran akuntansi yang berkarakter adalah proses pemberian ilmu-ilmu akuntansi secara langsung dan diterapkan dalam proses kegiatan belajar mengajar dan direalisasikan diluar kegiatan belajar mengajar. Ilmu akuntansi terkait erat dengan ilmu ekonomi. Banyak sekali perwujudan yang dapat direalisasikan terkait dengan ilmu ini, misalnya orang (siswa akuntansi), seharusnya tidak mempelajari akuntansi secara teori dalam pengerjaan soal, akan tetapi dapat dilakukan praktek kewirausahaan yang dapat dilakukan diluar sekolah. Sehingga dengan perjalanan / praktek wirausahanya, mereka menghasilkan suatu transaksi, dan transaksi itulah yang nantinya harus dikerjakan dan diselesaikan. Dengan cara yang seperti ini maka siswa maupun mahasiswa akuntansi tidak hanya berpacu pada soal dan harus dikerjakan, tetapi mereka dapat melahirkan sebuah karakter, yaitu dengan cara melakukan wirausaha sederhana, sehingga terealisasi transaksi dan dari transaksi itu diselesaikan hingga mereka mengerti laporan keauangan mengenai loss/profit usaha sederhana mereka.

Namun dalam kenyataanya sulit sekali praktek seperti ini dilakukan. Baik siswa maupun mahasiswa hanya mendapakant proses pembelajaran akuntansi dengan pengerjaan soal, sehingga sebagian siswa mungkin dapat menyelesaikannya, namun tidak paham konsep atau maksud transaksi yang diselesaikannya itu seperti apa. Karena hal inilah pendidikan karakter sangat diperlukan, baik karakter secara umum, ataupun karakter pada setiap mata pelajaran.

Pembelajaran akuntansi

Akuntansi merupakan ilmu yang bertahap dari pengerjaan bukti transaksi sampai pada laporan keuangan perusahaan, dimana laporan keuangan itu merupakan pedoman (pokok pengerjaan akuntansi) yang dapat diketahui nasib suatu perusahaan itu, terletak pada posisi loss (rugi) ataukah profit (laba). Definisi akuntansi dapat dirumuskan ke dalam dua sudut pandang yaitu sudut pandanh pemakai dan sudut pandang proses kegiatan akuntansi. Dari sudut pandang pemakai dapat didefinisikan bahwa :

  1. Akuntansi diselenggarakan dalam suatu organisasi (biasanya berupa organisasi perusahaan. 2.informasi akuntansi sangat penting dalam menyelenggarakan kegiatan perusahaan.

Informasi ini digunakan dalam pengambilan keputusan intern organisasi (manajemen, investor, kreditur). Sudut pandang proses kegiatan, mendefinisikan bahwa kegiatan akuntansi merupakan tugas yang kompleks dan menyangkut bermacam-macam kegiatan. Artinya kegiatan akuntansi itu bertahap dari langkah pertama kemudian diteruskan ke dalam langkah (tahap selanjutnya). Tahapan itu sering kita sebut sebagai siklus akuntansi. Perusahaan dagang/jasa, pasti mempunyai siklus tersendiri, namun pada dasarnya tahap akhir dari sebuah siklus itu adalah laporan rugi laba. Dengan adanya laporan R/L ini maka akuntansi tidak dapat berdiri sendiri tanpa ada yang mengendalikan. Jadi, akuntansi dalam sebuah perusahaan juga diatur oleh pegawai yang menangani hal tersebut . Dengan melihat laporan R/L perusahaan, maka apa yang akan dilakukan oleh perusahaan menjadi tanggung jawab pemikir perusahaan yaitu manajer. Maka dari itu, banyak sekali pembelajaran akuntansi dan orang-orang yang terlibat dalam perusahaan. Dimana manajer ini harus berfikir keras menjaga kelangsungan hidup perusahaan. Manajer harus punya karakter, manajer harus tegas dan cepat dalam mengambil sebuah keputusan.

Pada anak yang telah memiliki pengetahuan tentang konsep jurnal umum, kemudian diberikan soal mengenai jurnal khusus oleh guru maka konsep jurnal umum ini belum cocok dengan konsep Jurnal Khusus yang telah dimiliki anak, maka konsep Jurnal umum itu direstrukturisasi sehingga dapat bersesuaian dengan konsep Jurnal khusus. Setelah itu, pengetahuan tentang konsep Jurnal umum tersebut dapat berintegrasi dengan pengetahuan yang telah ada dan diperoleh pengetahuan baru berupa konsep Jurnal khusus. Pengetahuan dapat terbentuk bergantung pada kekuatan koneksi atau ikatan antara situasi dan respon tertentu.

Thorndike  mengemukakan bahwa terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon ini mengikuti hukum-hukum berikut:

(1) Hukum latihan (law of exercise), yaitu apabila asosiasi antara stimulus dan respon sering terjadi, maka asosiasi itu akan terbentuk semakin kuat. Interpretasi dari hukum ini adalah semakin sering suatu pengetahuan yang telah terbentuk akibat terjadinya asosiasi antara stimulus dan respon dilatih (digunakan), maka asosiasi tersebut akan semakin kuat;

(2) Hukum akibat (law of effect), yaitu apabila asosiasi yang terbentuk antara stimulus dan respon diikuti oleh suatu respon yang diberikan oleh seseorang terhadap suatu stimulus adalah benar dan ia mengetahuinya, maka kepuasan akan tercapai dan asosiasi akan diperkuat. Penganut paham psikologi behavior yang lain yaitu Skinner, berpendapat hampir senada dengan hukum akibat dari Thorndike. Ia mengemukakan bahwa unsur terpenting dalam belajar adalah penguatan (reinforcement). Maksudnya adalah pengetahuan yang terbentuk melalui ikatan stimulus / respon akan semakin kuat bila diberi penguatan. Hal tersebut dapat dijelaskan dari pendapat Gagne, bahwa setiap jenis belajar tersebut terjadi dalam empat tahap secara berurutan. Tahap pertama pemahaman, setelah seseorang yang belajar diberi stimulus, maka ia berusaha untuk memahami karakteristiknya (merespon) kemudian diberi kode (secara mental). Hasil ini selanjutnya digunakan untuk menguasai stimulus yang diberikan yaitu pada tahap kedua (tahap penguasaan). Pengetahuan yang diperoleh dari tahap dua selanjutnya disimpan atau diingat, yaitu pada tahap ketiga (tahap pengingatan). Terakhir adalah tahap keempat, yaitu pengungkapan kembali pengetahuan yang telah disimpan pada tahap ketiga.

 

Berdasarkan pandangan psikologi behavior di atas, dapat disimpulkan bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh karena adanya asosiasi (ikatan) yang manunggal antara stimulus dan Skinner membagi penguatan ini menjadi dua, yaitu penguatan positif dan penguatan negatif. Penguatan positif sebagai stimulus, apabila representasinya mengiringi suatu tingkah laku yang cenderung dapat meningkatkan terjadinya pengulangan tingkah laku itu. Sedangkan, penguatan negatif adalah stimulus yang dihilangkan/dihapuskan karena cenderung menguatkan tingkah laku respon. Hal ini sejalan dengan pendapat Hudojo bahwa pengetahuan seseorang itu diperoleh dari sekumpulan ikatan stimulus-respon, semakin sering asosiasi ini digunakan apalagi diberi penguatan, maka akan semakin kuat ikatan yang terjadi. Jika dihubungkan dengan pengetahuan Akuntansi, hal ini berarti semakin sering suatu konsep Akuntansi (pengetahuan) diulangi maka konsep Akuntansi itu akan semakin dikuasai. Sebagai contoh, apabila seorang anak telah mengetahui bahwa 3 x 4 sama dengan 12, kemudian anak tersebut sering ditanya tentang hal itu, maka ia akan semakin paham dan bahkan secara otomatis dapat menjawab dengan benar apabila ditanya, karena ikatan stimulus yaitu ”3 x 4 “ dengan responnya yaitu “12” akan semakin kuat.

 

Matthews (dalam Suparno, 1997:124) secara garis besar membagi aliran konstruktivisme menjadi dua, yaitu konstruktivisme psikologi dan sosiologi. Kemudian konstruktivisme psikologi juga dibagi menjadi dua yaitu: (1) konstruktivisme radikal, yang lebih bersifat personal, individual, dan subyektif, dan aliran ini dianut oleh Piaget dan pengikut-pengikutnya; dan (2) konstruktivisme Menurut Piaget pikiran manusia mempunyai struktur yang disebut skema atau skemata (jamak) yang sering disebut dengan struktur kognitif. Dengan menggunakan skemata itu seseorang mengadaptasi dan mengkoordinasi lingkungannya sehingga terbentuk skemata yang baru, yaitu melalui proses asimilasi dan akomodasi. Selanjutnya, Piaget (dalam Bell, 1981: Stiff dkk., 1993) berpendapat bahwa skemata yang terbentuk melalui proses asimilasi dan akomodasi itulah yang disebut pengetahuan.

 

Untuk memperjelas uraian di atas perhatikan ilustrasi berikut, Misalkan, pada seorang anak bernama Gibran telah terbentuk skemata tentang persamaan akuntansi yaitu pengertian persamaan akuntansi, bentuk umum persamaan akuntansi (Utang + Modal = H), dan teknik penyelesaiannya. Suatu ketika kepadanya diperkenalkan persamaan HPP Persediaan awal + pembelian – persediaan akhir = HPP. Karena pengetahuan yang terbentuk dalam skemata Gibran adalah tentang persamaan akuntansi dan tidak cocok dengan persamaan HPP, maka Gibran akan mengalami disequilibrium. Agar skemata tentang persamaan HPP itu dapat dibentuk, maka skemata tentang persamaan akuntansi yang telah ada direstrukturisasi sehingga persamaan HPP dapat diakomodasi dan selanjutnya diasimilasi dan diadaptasi, sehingga terjadilah keadaan equilibrium. Akhirnya, terbentuklah skemata baru atau pengetahuan baru yaitu persamaan HPP. sosial, yang lebih bersifat sosial, dan aliran ini dipelopori oleh Vigotsky. Ernest (1996:9) secara tegas membagi tiga aliran konstruktivisme yaitu konstruktivisme radikal, konstruktivisme sosial, dan konstruktivisme lemah (weak constructivism). Selanjutnya, yang akan dibahas dalam

tulisan ini hanyalah konstruktivisme psikologi/radikal yang dipelopori oleh Piaget dan konstruktivisme sosial yang dipelopori oleh Vygotsky.

 

Penekanan pada pendidik dalam proses pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi. Pendidikan karenanya menjadi sebuah kegiatan menabung, dimana para murid adalah celengannya dan guru adalah penabungnya. Pendidik yang berkarakter adalah pendidik yang mengetahui norma (aturan) dan moral yang baik. Pendidik yang bermoral baik maka akan melahirkan karakteryang baik. Paul suparno, ada 4 model penyampaian pembelajaran moral :

  1. Model sebagai mata pelajaran tersendiri.
  2. Model terintegrasi dalam semua bidang studi.
  3. Model luar pengajaran.
  4. Model gabungan.

 

Model terintegrasi berpusat pada guru yaitu guru adalah pengajar moral, semua guru ikut bertanggung jawab dan pembelajaran tidak selalu bersifat informatif kognitif ,melainkan bersifat terapan pada tiap bidang studi. Begitu pula dengan penekanan yang ada yang ada pada diri pendidik yaitu guru akuntansi harus mampu menerapkan (mempraktikkan manajemen akuntansinya) sebelum hal itu diterapkan pada anak didiknya. Pengajar akuntansi yang kurang paham dengan konsep akuntansi secara mendetail maka tidak akan menghasilkan pendidik akuntansi yang berkarakter, hasilnya, pembelajaran yang bertujuan mengahasilkan karakter akuntan, bisa jadi malah mengahasilkan pendidik berkarakter pada lingkup teori saja, sehingga minimal sekali pikirannya untuk sampai pada tingkat manajerial. Melihat di era globalisasi ini faktor utama yang menunjang berhasilnya pendidikan adalah praktek pendidik itu sendiri. Begitu pula dengan penerapan karakter pembelajaran akuntansi, harus dapat menghasilkan seorang akuntan yang berkarakte, sehingga ada sesuatu yang menonjol pada siswa (mahasiswa akuntansi), dimana itu semua didapatkan dari pendidik yang berkarakter pula dalam pembelajaran akuntansi.

Upaya Realisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi
Pentingnya penegakan moral
Moral menempatkan posisi penting dalam melewati setiap keadaan kehidupan. Oleh karena itu setiap usaha untuk memajukan suatu masyarakat mutlak membutuhkan moralitas (Harahap:2005:V). Penegakan moral akademik sangat signifikan. Dua hal signifikan itu adalah :

1)  Penegakan moral akademik itu akan dapat menjaga kalangan perguruan tinggi dari sikap bias (berat sebelah) dan tetap menjadi pandu bagi arah perkembangan masyarakat. Kedua, penegakan moral akademik merupakan konsekuensi logis dari tugas profetik yang di emban kaum akademis. Pentingnya penegakan moral memacu tercapainya realisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi. Semua karakter yang akan diterapkan pada mata pelajaran terpacu pada pentingnya moral yang harus dimilki dan dipahami.
2) Menempatkan moral di atas ilmu (dalam konteks menyoroti karakter ilmuan akuntansi).
Dalam transaksi masyarakat indonesia, sering dirasakan bahwa kaum berilmu tidak berperilaku sejajar dengan ilmu yang dimilikinya. Contoh: seorang akuntan yang pandai ilmu akuntansinya tetapi ia tidak memiliki olah spiritual dan moral yang baik maka kepandaiannya akan disalahgunakan dan bertindak korupsi sehingga merugikan banyak pihak. Hal semacam ini tidak dapat disebut karakter dalam pembelajaran akuntansi. Dan ilmu dilitakkan di atas moral padahal secara teoritis menyatakan bahwa moral ditempatkan lebih tinggi dari pada ilmu. Sehingga mampu menghasilkan karakter akuntan yang intelek dan religius.
3) Adanya integritas sehingga melahirkan karakter pembelajaran akuntansi yang baik
Pembelajaran akuntansi yang mampu menghasilkan karakter yang baik harus dilandasi adanya integrasi agama dan moral yang baik pula. Contoh: profesi akuntan sebagai seorang manajer dalam suatu perusahaan yang menjunjung tinggi moral, ilmu, dan agama, maka akan dapat menghasilkan keputusan yang baik dan kenyamanan bagi para pegawainya. Dan hasil itu tidak lain adalah dari pendidikan karakter yang tertanam dengan baik yang berpedoman agama dan moral. Manajer dalam perusahaan yang berkarakter baik bukan dilihat dari IQ (intelegesi) tetapi 99% adalah dari SQ yang ada dalam diri mereka, dengan modal SQ atau spirit yang dimiliki maka ia akan mengambil kep[utusan dan berfikir tidak hanya untuk dirinya sendiri tapi juga demi kepentingan bersama. Dan tetntunya dengan berpedoman agama, akhlak, dan ilmu.

Tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi

Pendidikan karakter bertujuan untuk menghadapi tantangan di era globalisasi mendatang, pembelajaran akuntansi bukan hanya sekedar ilmu teori yang harus diketahui dan didefinisikan, tetapi bagaimana dengan teori tersebut dapat menambah pengetahuan konsep, dan mengetahui realita atau kejadian tiap transaksi perusahaan. Menurut Mochtar Buchori menyatakan bahwa Pendidikan karakter seharusnya membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata. Begitu pula dengan pembelajaran akuntansi, Pembelajaran akuntansi juga tidak berpusat pada transaksi perusahaan dan laporan keuangan tetapi juga menghayati nilai-nilai kepemimpinan pada suatu perusahaan, cara berorganisasi, dan pengaturan konsep mengenai pelaksanaan suatu kegiatan tertentu.

Selain bertujuan untuk menghadapi era globalisasi, pendidikan karakter juga bertujuan melahirkan SDM yang mempunyai karakter akuntan yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang berhubungan dengan pembelajaran akuntansi, dan mampu merealisasikan pembelajaran akuntansi yang telah dipelajari ke dalam dunia kerja nantinya.


Ditekankan dalam diri pendidik, bahwa seorang pendidik akuntansi harus mempunyai karakter yang menonjol dibidang akuntansinya, bukan hanya sekedar teori tetapi juga mampu merealisasikan di dunia kerja, karena ilmu teori memang penting namun praktek dalam kenyataan lebih diutamakan. Pendidik yang berkarakter juga harus memiliki moral yang baik, meletakkan moral di atas ilmu, dengan begitu maka insyaallah akan dapat menghasilkan anak didik yang berkarakter, bermoral dengan landasa agama dan pancasila

Upaya Realisasi pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi
1. Pentingnya penegakan moral
2. Menempatkan moral di atas ilmu (dalam konteks menyoroti karakter ilmuan akuntansi).
3. Adanya integritas sehingga melahirkan karakter pembelajaran akuntansi yang baik
3. Tujuan pendidikan karakter dalam pembelajaran akuntansi.
1. menghadapi tantangan di era globalisasi mendatang, pembelajaran akuntansi bukan hanya sekedar ilmu teori yang harus diketahui dan didefinisikan, tetapi bagaimana dengan teori tersebut dapat menambah pengetahuan konsep dan pengetahuan.
2. membawa peserta didik ke pengenalan nilai secara kognitif, penghayatan nilai secara afektif, dan akhirnya ke pengamalan nilai secara nyata
3. melahirkan SDM yang mempunyai karakter akuntan yang mampu menyelesaikan segala persoalan yang berhubungan dengan pembelajaran akuntansi, dan mampu merealisasikan pembelajaran akuntansi yang telah dipelajari ke dalam dunia kerja nantinya.

Untuk memperoleh hasil belajar yang maksimal pada mata pelajaran akuntansi  sebaiknya guru dianjurkan untuk mengembangkan berbagai media pembelajaran dengan catatan guru tersebut dapat menguasai secara keseluruhan media tersebut  dalam penggunaannya sehingga tidak mengalami kesulitan dalam  pengoperasiannya.

Referensi :

http://www.pendidikankarakter.org.com

http://www.ahmadsudrajattentangpendidikan.org.com.

https://vianaurani.wordpress.com/kumpulan-tugas/pendidikan-karakter-dalam-pembelajaran-akuntansi/

http://www.ahmadsudrajattentangpendidikan.org.com.

http://journal.uny.ac.id/index.php/jep/article/view/594

 

Leave a Reply

Your email address will not be published.